“If you take control of your finances today, then you won’t be a victiom of them tomorrow” (Emily G.Stroud)
Saat aku dan pasangan sedang merencanakan pernikahan, aku banyak baca artikel tentang persiapan bagi wanita sebelum menikah, salah satunya adalah belajar mengelola keuangan.
Aku sering mendengar kalau penyebab banyak retaknya hubungan rumah tangga adalah masalah finansial. Aku harus bisa mengelola keuangan dengan benar untuk menghindari hal-hal itu.
Setelah banyak membaca tentang gaya hidup sederhana atau minimalist, aku menyadari, banyak kali aku membelanjakan duit untuk hal-hal yang tidak penting-penting amat. Aku sulit menabung dengan disiplin karena belum punya tujuan yang pasti, rencana keuangan jangka panjang dari tabungan2 itu. Hanya menumpukkan sejumlah uang tertentu di rekening dan merasa aman di titik jumlah tertentu. Sehingga setiap saat lagi kepepet, dengan mudah menarik dana tabungan. Jadi menyadari hal itu, aku berusaha untuk memperbaiki lagi cara pengelolaan keuanganku. Aku mulai bejalar teknik budgeting yang benar dan bagaimana melaksanakannya.
Aku ingin saat aku menikah, aku sudah punya kondisi keuangan yang stabil dan tidak kacau lagi. Aku akan jadi seorang istri, dan sebagai istri yang baik aku harus mensupport suami untuk membantu dalam mengelola keuangan.
Dari berbagai artikel yang kubaca dan dari konten youtube tentang keuangan rumah tangga, aku berusaha menyusun anggaran rumah tangga. Aku suka dengan metode penggabungan penghasilan suami dan istri, kemudian dikurangkan dengan pengeluaran-pengeluaran bulanan yang wajib dan yang tidak wajib. Aku mulai membuat draft anggaran untuk keuangan yang mungkin bisa kami aplikasikan setelah kami menikah.
Aku sudah mulai membaca tentang pengelolaan keuangan dan membuat draft ini di awal Januari. Sementara pernikahan kami adalah awal bulan Februari. Aku merasa takut membahas topik ini. Tampaknya agak sensitif. Satu hal lagi, aku takut bila pasangan tidak sependapat denganku dalam cara pengelolaan dana digabung begini. Aku bingung bagaimana cara memulainya.
Akhirnya setelah lama mencari cara bicara yang baik dan benar, suatu sore yang cerah saat kita pulang dari gereja, aku dan pasangan duduk di teras sambil ngobrol-ngobrol. Suasananya tenang dan damai. Waktu itu sekitar 2 seminggu sebelum pernikahan kami, aku mulai mengajak dia ngobrol tentang rencana keuangan kita sebagai keluarga nantinya.
Dia tampak tertarik. Aku pun mengeluarkan draft yang sudah kubuat dan kami membahas dengan terbuka pendapatan masing-masing. Dia sih udah pernah ngasih tau ke aku jumlah pendapatannya perbulan pas awal-awal kita jadian. Tapi aku belum pernah mengatakan berapa penghasilan aku. Tapi kali ini aku mau kami terbuka tentang keuangan.
Kita juga membahas jumlah untuk alokasi-alokasi yang tertera di draft. Ternyata seru juga membahas tentang hal ini. Pasangan juga ternyata setuju aja dengan system penggabungan pendapatan. Dan dia setuju dengan draft yang aku sudah buat. Kami menyelesaikan bikin draft anggaran rumah tangga itu dan kami sepakat untuk mulai mempraktekkannya di bulan berikutnya, Februari.
Pada awalnya, dari rencana dan aplikasi, tidaklah semulus seperti yang sudah kami sepakati. Ternyata ada banyak hal yang harus disesuaikan. Pada awal pernikahan, aku heran karena merasa Suami tidak melakukan tepat seperti yang kita sepakati sebelumnya. Dia tidak mentransfer penghasilannya ke aku yang disepakati sebagai manajer keuangan waktu itu. Aku membahas hal itu kepadanya dan hal itu ternyata karena dia merasa belum terbiasa dengan system seperti itu. Lagipula, katanya sebagai seorang pria, dia merasa tidak enak kalau dia tidak memegang kendali atas uang. Terus aku menjelaskan kepadanya bahwa dia mengumpulkan dana nya di aku bukan berarti aku mengatur sendiri uang itu. Kami bisa membuat alokasi sesuai dengan kebutuhan bersama. Tampaknya hal itu bisa dia terima. Akhirnya dia mentransfer gajiannya ke aku untuk dimasukkan ke pos-pos yang sudah disepakati.
Bulan Februari, aku mulai mengaplikasikan rencana di anggaran rumah tangga itu. Aku membuka tabungan khusus untuk dana pensiun dan dana pendidikan. Aku juga mentransfer perpuluhan ke gereja sesuai dengan kesepakatan kami sebagai gereja local. Dan mulai mengalokasikan dana darurat, sesuai yang aku baca di berbagai artikel, jumlah dana darurat yang sebaiknya dimiliki Jika sudah menikah dan belum memiliki anak adalah 9 kali dari jumlah pengeluaran bulanan)
Masih ada beberapa pembaharuan sampai saat ini dalam penyusunan anggaran bulanan yang kami buat. Disesuaikan dengan kebutuhan. Awalnya aku yang selalu mencatat, tapi aku sering kebingungan sendiri karena catatan keuangan pribadi dicampur dengan keuangan bisnis. Sering terjadi selisih yang aku tak bisa menerka kemana perginya. Mulai bulan Juni, pencatatan dilakukan oleh Suami menggunakan aplikasi di Hape. Tampaknya lebih simple dan lebih praktis. Tapi suami bukan orang yang tekun dalam hal mencatat pengeluaran harian. Aku harus sering-sering mengingatkannya. Akhirnya karena catatan keuangan jadi nggak jelas, aku kembali bertugas mencatat pengeluaran sehari-hari.
Beberapa hal yang kami lakukan untuk mengelola keuangan adalah:
1. Membuat anggaran belanja tiap akhir bulan untuk bulan depannya.
Merencanakan hal-hal yang akan dilakukan pada bulan berikutnya dan alokasi dana yang dibutuhkan untuk hal itu. Membuat perhitungan yang masuk akal mengenai alokasi dana yang dibutuhkan sehingga tidak terjadi kekurangan pada waktunya.
2. Mengalokasikan dana untuk tabungan setiap bulan
Jadi jumlah tabungan juga terencana seperti hal nya itu adalah suatu hal yang wajib dibayar. Dan menentukan tujuan keuangan yang ingin dicapai dari tabungan-tabung itu. Jadi kita tau jumlah yang ada masih berapa untuk setiap target yang ada. Jadi tidak hanya menumpuk sejumlah uang entah untuk apa, sehingga dengan mudah membelanjakannya saat dirasa lagi butuh.
3. Memiliki beberapa akun tabungan yang berbeda.
Aku dan Suami masing-masing punya tabungan pribadi untuk transaksi sehari-hari, tabungan bersama dan tabungan untuk dana pendidikan dan dana pensiun. Dengan memisahkan begini, jadi lebih mudah memantau dan mengelola. Tidak tumpang tindih antara dana ini dan itu.
4. Mencatat pengeluaran sehari-hari sesuai dengan pos-pos yang yang sudah dianggarkan. Sehingga setiap akhir bulan bisa melihat posisi keuangan antara anggaran dan aktual.
Paling bagus adalah bila bisa berpegang pada anggaran yang sudah ditetapkan setiap bulan. Tapi kadang hal itu tidak selalu mudah dilakukan. Sampai saat ini kami masih belajar untuk disiplin. Tapi bila dilakukan dengan konsisten, aku yakin kami akan bisa lebih baik dalam mengelola keuangan. Sehingga masalah keuangan keluarga kami, baik jumlahnya besar maupun kecil, tetap bisa mencukupkan diri dan tidak menjadi beban untuk orang lain bahkan kami bisa memberkati orang lain.
No comments:
Post a Comment