Baru-baru ini aku baca berita tentang seorang ibu yang tega menganiaya 3 orang anaknya, hingga membuat satu diantaranya meninggal dan dua terluka. Diduga karena si ibu depresi. Mungkin karena beban tanggung jawab yang besar yang tidak didukung oleh support system yang baik dari suami atau keluarga dekat lainnya.
Hatiku begitu sakit membaca berita ini. Membayangkan bagaimana anak-anak itu terluka oleh ibunya sendiri yang mungkin jadi orang yang paling mereka sayangi dan andalkan. Membayangkan bagaimana perasaan si ibu ini, yang senormalnya, pasti merasa sangat menyesal dan merasa bersalah.
Berita ini membuatku teringat pada perjuangan ibuku dulu dan membuatku sangat bersyukur bahwa aku memiliki ibu yang begitu kuat.
Saat kita dicintai dan diperlakukan dengan baik, biasanya kita bisa mencintai dan memperlakukan orang lain dengan baik juga. Tapi adalah hebat bila seseorang tetap bisa mencintai walaupun dalam keadaan tak dicintai, terluka, menderita dan tak diperlakukan dengan baik.
Hal itulah yang aku lihat dalam diri mamakku. Aku tau bagaimana bapak memperlakukannya dengan begitu buruk waktu mereka masih bersama. Tak jarang bapak melakukan kekerasan dalam bentuk verbal dan fisik. Bukan hanya itu, bapak kemudian pergi meninggalkan kami, mamak dan 7 orang anak-anaknya yang masih kecil-kecil yang begitu butuh biaya dan kasih sayang. Dia pergi dan tak peduli anak-anak dan istrinya masih bisa makan atau nggak. Mengabaikan semua tanggung jawab yang seharusnya dia pikul.
Waktu itu, mamakku sempat dilanda kekuatiran dan kebingungan, tak tau harus bagaimana. Sementara keluarga lain juga belum bisa banyak membantu. Mungkin mereka juga sibuk dengan perjuangan hidup masing-masing. Mama cerita, dalam masa penuh kebingungan dan kekuatiran itu dia merenung dan mengingat salah satu ayat dalam Alkitab yang berbunyi:
“Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku?
Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi.”
(Mazmur 121:1-2)
Mungkin ayat itu jugalah yang memberi kekuatan pada mamakku untuk tetap berjuang. Aku ingat bagaimana mamak berusaha bekerja sekeras mungkin untuk memastikan kami anak-anaknya tetap bisa makan dan bersekolah dengan layak. Mamak bersedia mengerjakan segala jenis pekerjaan apapun asalkan halal dan bisa menghasilkan uang. Bahkan beliau pun pernah jadi kuli bangunan.
Saat satu pekerjaan selesai, Mamakku tak tinggal diam, dia aktif mencari pekerjaan lain. Biasanya beliau ke tangkahan (pelabuhan ikan) untuk ikut milih ikan atau jualan ikan. Suatu pekerjaan yang berat dengan lingkungan yang keras. Tak jarang mamak juga harus bertengkar dengan orang-orang yang mencoba mencuranginya. Mamakku bukan orang yang jahat dan suka bertengkar, tapi demi memperjuangkan haknya dan anak-anaknya, apapun dia lakukan.
Dengan semua kepahitan dari perlakuan bapak padanya, dengan semua perjuangan dia mencari nafkah, apakah mamaku jadi ibu yang galak dan kasar terhadap anak-anaknya? Ternyata nggak. Mamak jarang marah dan ngomel-ngomel. Dia bukan jenis ibu galak yang suka teriak-teriak sekedar untuk membuat anak-anaknya sadar akan tanggung jawab. Tapi kami anak-anaknya, tau bahwa mamak kami mengasihi kami dan sudah berjuang keras untuk kami, oleh karena itu kami juga berusaha untuk mandiri dan mengurus pekerjaan di rumah dan urusan sekolah masing-masing dengan penuh tanggung jawab.
Mamak hampir tak pernah memukul anak-anaknya. Seingatku, aku pernah dipukul satu atau dua kali, itupun karena sudah mencapai tingkat bandel maksimal. Mukulnya juga masih ditahan, tak serta merta melampiaskan emosi dengan menghajar anak-anaknya. Bahkan beliau begitu marah bila bapak memukul kami. Dia bisa marah dan melawan. Dia tau anak-anaknya yang masih kecil-kecil itu membutuhkan perlindungan dan dia bertindak sebagai pelindung dengan segala upaya yang bisa dia berikan.
Saat aku masih kecil, aku sering merasa tertekan dan tak bahagia dengan keadaan keluargaku dan keadaan ekonomi kami yang sulit. Namun walaupun begitu, aku tau aku punya mamak yang bisa aku andalkan. Aku sangat mengasihi beliau dan sangat bergantung padanya.
Saat aku beranjak dewasa dan hidup merantau, aku menghadapi berbagai tantangan hidup yang kadang membuatku ingin menyerah. Tapi mengingat teladan kekuatan yang ditunjukkan mamakku, aku jadi kuat. Termasuk saat aku begitu galau ketika ingin kuliah. Aku kuatir dengan biayanya apakah akan cukup. Tapi aku ingat bagaimana mamakku bisa menyekolahkan kami. Mamakku yang hanya seorang lulusan SD aja bisa menyekolahkan kami 7 orang anak-anaknya. Masa aku yang waktu itu udah lulus SMA gak bisa membiayai kuliah sendiri?
Mamakku memberikanku teladan seorang wanita yang kuat, mandiri dan bertanggung jawab.
Dan saat ini, aku udah jadi seorang ibu juga. Aku tau aku juga harus kuat untuk anak-anakku…menjadi role model yang bisa mereka teladani.
Menjadi seorang ibu…adalah tanggung jawab yang besar.
Jadilah kuat wahai ibu…
Anak-anakmu membutuhkanmu…
Anak-anakmu mengandalkanmu…
No comments:
Post a Comment