Tuesday, May 3, 2022

Dampak Pertengkaran Orang Tua Terhadap Kesehatan Mental Anak

Kemarin itu ada accident perbakingan saat aku lagi bikin Cheese Cake untuk pesanan seseorang. Aku di dapur, Pak Suami dan El duduk di dekat pintu dapur nemanin aku baking. Suasananya sangat menyenangkan.

Adonan dimasukkan ke loyang dan siap untuk dipanggang. Seperti biasa loyang dihentak-hentakkan dulu sebelum panggang di oven. Tapi entah kenapa, pas aku hentakkan, Loyangnya jatuh dari tanganku dan terlelungkup ke lantai menghamburkan semua isinya. Aku berteriak kaget melihat kejadian itu. El juga tampaknya kaget mendengarku teriak. Dia langsung nangis kencang dengan expresi wajah bingung dan panik. Di tengah kepanikan itu, suara nangis El bikin suasana jadi makin dramatis 😀.

Walau kesal dengan adonan yang terbuang percuma padahal udah tinggal dipanggang itu, tapi aku berusaha menenangkan diri. Kemudian berusaha menenangkan El. Bilang bahwa gak apa-apa kok. Dan dia segera berhenti nangis.

Aku merenungkan reaksi El setiap kali aku teriak dan panik, El biasanya ikut kaget dan langsung nangis. Mungkin dia tak tau apa yang terjadi, tapi dia bisa merasakan apa yang dirasakan orangtuanya. Bahwa ada sesuatu yang tidak baik-baik saja.

Mungkin ini juga yang terjadi saat anak melihat orangtuanya berantem. Apalagi yang berantemnya secara terbuka di depan anak-anaknya, apalagi yang berantemnya disertai KDRT. Pasti memberikan efek yang negatif bagi anak itu.

Itu yang aku rasakan waktu masih kecil dulu. Hampir tiap hari lihat bapak dan mamakku berantem. Aku tak ngerti apa saja yang mereka permasalahkan. Tapi memberikanku sebentuk rasa tidak aman. Aku merasa tak bisa tenang. Setiap kali bapak pulang, aku dipenuhi rasa takut. Takut kalau mereka berantem dan biasanya berantemnya juga mengandung KDRT. Aku sedih melihat bapak menyakiti mamak secara fisik dan kata-kata kasar. Bukan hanya mamak, kadang anak-anaknya juga. Hal itu membuat hari-hari masa kecilku jauh dari kata bahagia.

Menurutku itu bukan lingkungan yang sehat untuk bertumbuh. Aku berharap orangtuaku bisa akur dan tetap hidup bersama. Tapi karena hal itu tak terjadi, aku bersyukur bahwa bapak pergi saat aku masih kecil. Aku dan saudara-saudaraku yang lain jadi bisa fokus untuk bersekolah, fokus untuk mengejar cita-cita dengan suasana rumah yang lebih aman. Mamakku juga bisa fokus mencari nafkah. Tadinya fokusnya terpecah antara kerja cari nafkah dan fokus tertekan batin karena berantem mulu dengan bapak.

Kadang ibu-ibu menahan diri dengan hubungan yang toxic dengan pasangan yang toxic yang sebenarnya udah gak sehat banget untuk dirinya maupun untuk anak-anaknya. Beralasan bahwa dia melakukan itu demi kebaikan anak-anaknya. Tapi menurutku, sebagai seorang anak yang pernah tumbuh di lingkungan keluarga begitu, itu gak sehat untuk anak. Melihat ibunya tersiksa dan menderita tiap hari bukan sesuatu yang menyenangkan untuk anak. Bukan sesuatu yang baik untuk kesehatan mental anak-anak. Apalagi kalau itu terjadi sedari kecil sampai dia besar.

Untung aja waktu itu bapak pergi dari rumah saat aku masih kecil. Itu aja masih menyisakan trauma yang cukup lama untuk disembuhkan. Mungkin karena itu juga aku orangnya jadi rada aneh begini 😀.

Gimana ceritanya kalau bapak masih di rumah sampai aku remaja dan dewasa ? Aku harus menyaksikan semua teriakan-teriakan pertengkaran, menahan semua sakit hati dan ketakutan untuk waktu selama itu? Dampak buruk apa yang akan terjadi? Mungkin bisa terkena gangguan jiwa kali ya.

Aku tak begitu mengerti masalah kesehatan mental, ini hanya menurut yang aku alami dan amati. Mungkin tiap orang punya daya tahan yang berbeda untuk menahan rasa sakit. Ada yang kuat, ada yang lemah. Yang kuat mungkin akan bangkit dari keterpurukan dan akhirnya sembuh dan memutuskan untuk tidak melakukan hal yang sama pada anak-anaknya. Yang lemah mungkin jadi terganggu jiwanya. Dan jadi manusia yang aneh di tengah masyarakat. Cenderung menjadi orang yang bermasalah juga bila sudah berkeluarga. Menganggap apa yang biasa dia terima, bagaimana dia diperlakukan dengan buruk oleh orangtuanya adalah hal yang wajar yang sah sah aja dilakukan pada anak atau istrinya. Dengan alasan, dulu juga orangtuanya begitu, bahkan lebih parah lagi.

Dan jadilah generasi sakit jiwa menurun pada keturunan selanjutnya lagi…

Mungkin saat anak-anak, gak kelihatan apakah ada dampak dari pertengkaran tiada henti orang tua terhadap anak-anaknya. Anak-anak tampak happy happy aja tiap hari. Sibuk bermain kesana sini. Tapi biasanya dampaknya kelihatan setelah anak itu menjelang dewasa. Luka-luka batin bermunculan dan bila tidak diupayakan untuk disembuhkan bisa mempengaruhi hubungan dengan orang lain dan caranya menerima dan mencintai diri sendiri.

Aku bersyukur bahwa Tuhan berbelaskasihan menolong aku untuk pulih dan bangkit. Aku masih terus belajar untuk jadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari. Belajar untuk mencintai dengan cara yang lebih baik lagi. Sebisa mungkin aku akan berusaha untuk memberikan lingkungan yang aman dan bahagia untuk anakku bertumbuh dengan baik.

 


 

No comments:

Post a Comment

Bertahan Hidup dan Tetap Waras adalah Suatu Pencapaian

No one is ahead in life, and no one is behind. Everyone is walking their own journey and will reach their destination in their own time. P...