"Kalau orang kaya pake baju harga 100 ribu, orang mungkin akan mengira harga baju itu 1 juta. Sementara kalau orang miskin pake baju harga 1 juta, kemungkinan orang akan mikir, paling juga harganya 100 ribu."
Suatu ilustrasi yang membuatku merasa tertampar. Ilustrasi ini diungkapkan Ibu yang waktu itu masih jadi calon mertuaku waktu dia cerita tentang cara hidup sederhana yang dia terapkan selama ini.
Ibu sering bercerita tentang kisah hidupnya. Dari apa yang dia ceritakan, aku melihat bahwa dia adalah seorang wanita yang sangat berdedikasi untuk melayani dan mengasihi keluarganya. Aku mendapat banyak inspirasi dari ceritanya tentang bagaimana dia mengasihi suami dan anak-anaknya, bagaimana dia mendukung suaminya untuk mencukupkan kebutuhan keluarga dengan buka usaha makanan.
Ibu juga cerita bagaimana dia berusaha menghindar dari kebiasaan berhutang untuk hal-hal konsumtif. Hal-hal yang bagi ibu-ibu lain di lingkungannya mungkin hal yang wajar. Semisal kredit panci atau kredit daster. Dia berpenampilan sederhana saja dan tidak maksain harus kayak orang-orang. Gaya hidupnya disesuaikan dengan kemampuan.
Karena terinspirasi dari beliau, aku jadi tertarik ingin tau lebih dalam tentang penerapan gaya hidup sederhana dan iseng-iseng aku search di internet kata "gaya hidup sederhana". Dan kata itu membawaku ke banyak artikel dan video di youtube tentang gaya hidup minimalist yang ternyata sudah banyak juga dilakukan orang-orang di luar sana.
Dari berbagai sumber itu aku menemukan pengertian bahwa gaya hidup minimalist ini menekankan pada kehidupan yang berkesadaran. Kesadaran akan kenapa kita melakukan sesuatu. Hal itu berdampak pada banyak aspek dalam hidup. Pada bagaimana kita menggunakan waktu, uang dan segala sumber daya yang kita miliki. Juga menekankan bagaimana seseorang seharusnya content atau merasa cukup dengan apa yang ada padanya dan melepaskan keterikatan pada hal-hal materi.
Gaya hidup ini menekankan untuk seseorang mengurangi hal-hal, barang-barang atau aktivitas yang membuat mereka terdistraksi dari hal yang benar-benar penting. Dalam hal penggunaan waktu, menjadi lebih berkesadaran apakah yang dilakukan adalah hal yang berarti atau hanya sibuk tapi gak jelas juntrungannya. Mengenai penggunaan uang juga menjadi berkesadaran. Apakah perlu membeli sesuatu karena kebutuhan atau hanya karena ikut-ikutan atau mencari nilai diri dari barang itu.
Pengertian itu mengubah paradigmaku karena selama ini aku sering merasa bahwa nilai diriku terletak pada pakaian, asesoris atau atribut luar berupa hal materi yang ada padaku.
Karenanya aku jadi konsumtif dan sering beli sesuatu yang sebenarnya aku gak butuh atau aku gak punya dana untuk itu. Cenderung maksain diri. Sehingga berpengaruh pada caraku menggunakan uang dan waktu. Dan saat aku belum bisa beli sesuatu karena keterbatasan dana, aku jadi merasa seperti ada yang kurang dan gak happy.
Dalam hal berpakaian, aku setuju bahwa kita harus berpenampilan baik sesuai sikon untuk nilai kepantasan. Tapi seringkali motivasinya bukan untuk nilai kepantasan. Tapi untuk mencari nilai diri dari pakaian atau barang branded yang dikenakan.
Aku kemudian menyadari bahwa aku tak perlu beli sesuatu hanya karena ingin mencari nilai diri dari hal itu. Aku juga tak perlu berusaha untuk mengesankan siapapun. Lagian siapa juga yang akan terkesan dari barang atau pakaian yang aku kenakan? Orang juga tau aku kerja dimana, tinggal dimana dan dari latar belakang keluarga yang seperti apa. Kalaupun misal ada yang terkesan, apa juga faedahnya buat hidupku? Nggak ada!
Nilai diriku bukan terletak pada barang-barang itu. Nilai diriku terletak pada kehidupan batiniahku yang semakin hari semakin diperbaharui menjadi lebih baik.
No comments:
Post a Comment