Photo by Mathieu Stern on Unsplash |
"Hadeh..gaji cuma numpang lewat aja, ribet amat harus
bikin budget!"
Demikian aku membatin saat seorang rekan kerja berusaha menjelaskan padaku cara
mengelola dan membuat catatan keuangan pribadi.
Dia menunjukkan aplikasi yang biasa dia gunakan, berisi keterangan jumlah
pendapatan, pos-pos pengeluaran, grafik-grafik dan berbagai fitur lain untuk
mencatat keuangan.
Aku tau dia berniat baik saat menjelaskan hal itu. Ketika itu memang
keuanganku memang begitu amburadul. Gaji yang tak seberapa hanya habis begitu
saja tak tau kemana, dan saya sering berhutang untuk hal konsumtif.
Walau aku sempat juga menggunakan template catatan keuangan yang dia berikan
namun aku merasa itu terlalu ribet. Tidak ampuh juga. Aku yang tadinya boros
tetap boros. Bedanya tadinya borosnya tak tercatat, sekarang tercatat.
Beberapa waktu kemudian, menjelang pernikahanku, satu hal yang ingin
kupersiapkan adalah belajar mengelola keuangan dengan lebih baik.
Aku melihat banyak konflik rumah tangga yang berakar pada masalah keuangan.
Semasa masih lajang, dampak dari kecerobohanku mengelola uang hanya aku sendiri
yang menanggung. Kalau aku udah jadi istri, nantinya mungkin perlu mengelola
uang suami juga. Maka aku harus bisa mengelola dengan baik, biar bisa dipercaya
oleh suamiku.
Karena itu aku mulai belajar mengelola keuangan dari
berbagai sumber di internet. Ternyata tak harus serumit yang pernah
diajari oleh teman kerjaku waktu itu.
Dari berbagai sumber itu aku mulai belajar mengelola keuangan dengan cara
berikut ini:
1. Membuat Anggaran Bulanan
Selama ini aku tak pernah bikin anggaran keuangan. Aku pikir itu hanya untuk
orang-orang yang gajinya besar. Kalau untuk gaji kecil, rasanya itu sia-sia
aja. Buat apa juga? Gaji Cuma numpang lewat kok repot-repot bikin anggaran.
Namun tanpa anggaran tertulis, seringkali uangku habis begitu saja. Dengan
membuat anggaran, aku jadi tau menilai posisi keuangan setiap bulan.
Penghasilan berapa, dikurangi berbagai pengeluaran yang diperlukan.
Jadi bila sebelumnya dana yang ada kadang tak cukup dan semua kebutuhan seolah
adalah kebutuhan tak terduga, dengan bikin anggaran, keuanganku jadi lebih
terkendali.
Biasanya aku bikin anggaran setiap akhir bulan sebelum gajian. Aku
menuliskan apa saja kira-kira yang akan dibutuhkan di bulan depan untuk
dialokasikan dananya. Aku juga menganggarkan sejumlah dana untuk hal-hal yang
diluar prediksi, biar tidak mengganggu dana lain yang sudah jelas alokasinya.
Dalam anggaran ini, jumlah total penghasilan dikurangkan dengan total
pengeluaran bersaldo 0 rupiah. Jadi semua dana sudah ada tugasnya
masing-masing. Tidak ada dana yang nganggur.
2. Mengklasifikasi Tujuan Tabungan dan Investasi
Sebelumnya aku sudah rutin menabung, namun belum punya tujuan yang jelas untuk
tabungan tersebut. Hanya ditumpukin saja di satu rekening.
Berdasarkan saran dari para perencana keuangan, perlu ada tujuan jelas dari
tabungan dan investasi yang kita buat. Misal untuk dana darurat, dana pensiun,
dana pendidikan, dll. Jadi dengan diperjelas begini dananya tidak tumpang
tindih.
Aku mengalokasikan 20% penghasilan untuk tabungan dan investasi. Hal ini juga
tertera di anggaran bulanan. Jadi dana ini segera disisihkan begitu gajian
turun. Bukan menabung kalau ada sisa.
3. Menerapkan Gaya Hidup Hemat
Aku berusaha untuk lebih berkesadaran saat akan belanja. Membedakan mana
keinginan dan mana kebutuhan. Tidak beli sesuatu hanya karena lagi diskon, tapi
emang karena butuh.
4. Lunasi Hutang dan Berhenti Berhutang untuk hal Konsumtif
Aku mulai menahan diri untuk tidak mudah berhutang. Selama ini aku berpikir,
beli sesuatu yang bisa bayar gajian atau bisa dikredit adalah suatu transaksi
yang menguntungkan.
Namun karena anggaran bulanan sudah ketat, aku sadar, aku tak ingin anggaran
itu habis hanya untuk bayar utang.
Saat ini kalau mau beli suatu barang yang harganya lumayan mahal, daripada beli
kredit, aku lebih memilih untuk nabung dulu aja. Kalau uangnya udah terkumpul
baru beli secara tunai.
5. Disiplin
Terus terang membuat anggaran dan mematuhinya butuh konsistensi dan disiplin
yang tinggi.
Pada awalnya terasa sulit, namun lama-lama makin terbiasa. Melihat
manfaatnya yang membuat hidup jadi lebih ringan dan tenang membuatku tetap
semangat melakukannya.
Tulisan ini dibuat untuk mengikuti tantangan menulis 30 hari di Kompasiana - Day 15
No comments:
Post a Comment