Photo by Jacob Vizek on Unsplash |
Pada suatu hari aku berbincang dengan seorang gadis kecil berumur sekitar 8 tahun. Kami ngobrolin tentang cita-cita.
Dia bilang kalau udah besar nanti dia ingin jadi dokter. Alasannya adalah karena dokter banyak uangnya. Tapi kemudian dia mempertimbangkan lagi bahwa dia mungkin tidak cocok jadi dokter karena dia takut lihat darah. Dia berubah pikiran.
Dia sambil mikir bertanya padaku sebaiknya dia jadi apa ya kalau udah besar. Aku mencoba memberikannya alternatif profesi lain yang kira-kira dia minati.
"Kamu kan orangnya pintar ngomong dan menyenangkan. Mungkin kamu pantas jadi presenter deh..nanti kamu bisa memandu suatu acara berjalan tertib dan menyenangkan untuk semua pemirsa"
Dia tampak mikir, "Presenter itu apa ya?"
"Itu loh, yang biasa bawa acara di tivi", jawabku.
"Oh..iya juga, tapi uangnya banyak gak kalo jadi presenter?" Tanyanya penasaran.
"Yah, jangan fokus ke uangnya dulu. Kalau itu sesuai minat kamu dan kamu bagus di bidang itu, maka kamu pasti pantas dibayar mahal untuk itu."
Karena dia fokus ke profesi yang uangnya banyak, aku kemudian memberi alternatif profesi yang kira-kira uangnya banyak.
"Kamu kan cerdas dan pinter ngomong tuh, kayaknya kamu cocok deh jadi pengacara. Kalau jadi pengacara nanti bisa membantu menegakkan keadilan dan membela perkara orang yang terzolimi"
"Emang pengacara banyak uangnya?" Tanyanya lagi.
Aku jawab, "Iya, kalau kamu jadi pengacara yang bagus, maka kamu pantas mendapatkan bayaran yang tinggi untuk itu. "
Aku mencoba lagi menyebutkan beberapa profesi lain yang aku nilai kira-kira cocok untuk anak dengan kriteria seperti dia. Dan lagi-lagi, poin utama yang dia tanyakan adalah "uangnya banyak gak?"
Terus, sesuai dengan tips yang aku pernah baca di satu buku, aku bilang ke dia, "Jangan fokus ke uangnya dulu. Kamu harus mengenali dulu apa yang jadi minat dan bakat kamu. Kalau kamu minat dalam suatu bidang, pastinya kamu akan semangat mempelajari dan melakukannya. Karena kamu rajin belajar di bidang itu, maka kamu jadi bagus dan berprestasi di bidang itu. Sehingga, kamu pantas untuk dibayar mahal untuk itu. Setelah itu baru deh uangnya banyak."
Dari percakapan itu, satu sisi aku merasa kagum dengan anak kecil ini. Di umur segitu dia udah memikiran mau jadi apa kalau udah besar. Sementara aku waktu masih seumur dia fokus hidupku hanya memikirkan mainan kertas bongkar pasang
Tapi di sisi lain aku merasa miris. Bagaimana anak sekecil itu bisa fokus hanya tentang uang?
Menurut yang aku pahami sih peran dari orangtua dan lingkungan dimana seorang anak bertumbuh juga ikut membentuk nilai-nilai yang dianut oleh anak itu.
Bila seorang anak dibesarkan di lingkungan orang-orang yang menilai tinggi nilai-nilai keuangan (segala sesuatu diukur dengan uang), maka kemungkinan nilai-nilai itu juga akan tertanam di dalam diri anak.
Sementara jika dia dibesarkan dalam lingkungan yang menjunjung tinggi nilai kejujuran, kebaikan, kemurahan hati, pengabdian dan sejenisnya, maka hal itu juga cenderung akan mempengaruhi apa yang dianggap bernilai tinggi oleh si anak.
Saat ini kita bertumbuh di tengah masyarakat yang cenderung mendewakan uang dan menilai rendah karakter. Kesuksesan seseorang hanya dinilai dari uang.
Mungkin juga orang tua tak secara langsung bilang ke anak, nanti harus kerja biar banyak uang ya. Tapi caranya menilai orang lain yang misal punya mobil mewah, rumah mewah atau barang branded dengan penuh kekaguman membuat anak juga menilainya seperti itu.
Sering terjadi saat seorang ketahuan korupsi dan terjerat hukum, orang-orang baru pada mikir. Pantes aja ya gaya hidupnya mewah banget. Ternyata hasil korupsi.
Tapi saat orang itu belum ketahuan korupsi, orang-orang terutama keluarga dari si koruptor ini pada umumnya tak mempertanyakan. Ini kok duitnya banyak banget ya? Apakah ini normal?
Alih-alih mengingatkan untuk tetap bekerja jujur dan amanah, orang-orang malah sibuk dengan kekaguman dan pemujaan pada sosok itu. Saat dia datang dengan berbagai kemewahannya, orang-orang pada berdecak "WOW!"
Seseorang yang dikagumi karena hal uang atau materi ini pun makin lama makin menjadi. Segala cara dia lakukan untuk makin dikagumi. Bahkan cara yang tidak halal pun dilakukan sampai akhirnya terciduk.
Mungkin sebagian besar kita mengutuki tindakan korupsi yang dilakukan para koruptor itu. Benar-benar keterlaluan!
Namun pernahkah kita merenungkan, secara tak langsung kita sedang membesarkan anak-anak matre dan generasi koruptor dengan cara kita yang begitu menjunjung tinggi nilai-nilai keuangan di atas segalanya dan seolah mengesampingkan nilai-nilai kejujuran dan pengabdian...
Tulisan ini dibuat untuk mengikuti tantangan menulis 30 hari di Kompasiana - Day 3
https://www.kompasiana.com/rosdayanti/6363d5eb9016925766295862/akibat-mata-duitan?page=1&page_images=2
No comments:
Post a Comment