Photo by Astrid Schaffner on Unsplash |
Sabtu sore yang cerah, selesai mandi aku dandan cantik, semprot parfum dan mulai mengunjungi para tetangga. Aku punya misi penting untuk dibawa. Memberitakan kabar gembira tentang promo di katalog terbaru suatu produk kosmetik yang aku jual.
Aku nawarin produk lipstick yang lagi promo kepada seorang ibu rumah tangga yang masih muda dengan anak yang udah mulai beranjak remaja. Lipstick ini tadinya harganya 50 rebuan tapi lagi promo jadi 20 ribuan. Aku sangat excited menjelaskan promo itu dan berpikir si ibu ini juga pasti senang karena dapat info produk bagus dengan harga terjangkau.
Namun respon si ibu itu tak seperti yang aku duga. Dia hanya menatap gambar promo lipstick itu sambil menghela nafas panjang..tampak berbeban berat.
Kemudian dia bolak balik halaman lain dan matanya menatap gambar produk lain yang mungkin dia suka dan lagi-lagi dia menghela nafas panjang. Tampak berbeban berat lagi.
Karena tak tega melihatnya menghela nafas panjang mulu setiap buka halaman katalog, aku pun bertanya apakah dia mau pesan lipstick itu? Si ibu itu menatapku dan menghela nafas panjang lagi...kemudian berkata dia akan nanya suaminya dulu.
Dari sorot matanya aku tau dia pengen beli lipstick itu. Tapi aku tak mengerti kenapa harus nanya ke suami hanya untuk beli lipstick harga 20 ribu.
Kemudian waktu berlalu, entah dia udah nanya suaminya atau belum, tapi dia tak ada kabar lagi.. dan sebagai pedagang yang rajin, aku menanyakannya lagi. Tapi dia malah curhat bahwa suaminya hanya ngasih uang belanja pas-pasan. Boro-boro beli lipstick, buat beli beras aja susah...
Dia lanjut mengeluh tentang keuangan keluarganya yang lagi serba sulit, pekerjaan suaminya yang hasilnya tak seberapa, uang sekolah anak, harga bahan-bahan kebutuhan yang naik dan makin melilit.
Aku prihatin mendengar keluhan wanita itu. Dengan berniat baik aku memberitahukan padanya bahwa dia bisa membantu menambah penghasilan keluarga. Dia bisa mulai usaha jualan yang bisa dimulai dengan modal kecil.
Contohnya jualan produk kosmetik seperti yang aku lakukan. Modalnya kecil, gak perlu nyetok barang, dan caranya mudah.
Aku jelaskan padanya cara menjalankan usaha reseller produk kosmetik itu. Saking mudahnya, aku aja yang masih bekerja di kantor masih bisa nyambi jualan produk itu tanpa mengganggu aktifitas lain. Hasilnya pun lumayan untuk tambahan penghasilan. Aku begitu semangat menjelaskannya dengan pemikiran bahwa aku sedang menyelamatkan suatu generasi.
Tapi, belum juga aku selesai menjelaskan, dia langsung menyela dengan berbagai-bagai alasan. Yang dia gak bisa jualanlah, gapteklah, produknya mahal, dia gak sempat karena harus ini harus itu...banyaklah alasannya.
Aku mencoba memberi ide usaha lain yang kira-kira bisa dilakukan ibu rumah tangga dari rumah saja. Tapi untuk setiap ide yang aku tawarkan, dia selalu punya alasan yang berbeda tentang mengapa dia tidak bisa melakukannya.
Yah, akhirnya aku diam dan berusaha maklum.
Menurut pengalaman aku, memang tidak semudah itu mencoba suatu hal baru. Tapi kalau niat, pasti ada jalan. Kalau fokusnya nyari-nyari alasan pasti akan selalu ada alasan. Kalau fokusnya nyari solusi ya pasti dapatnya solusi.
Tindakan mencari-cari alasan atau mencari solusi sama-sama butuh waktu dan energi.
Mengeluh butuh energi, belajar sesuatu yang baru juga butuh energi. Bedanya, mengeluh tak menghasilkan apa-apa. Sementara belajar jualan, misalnya, bisa menambah penghasilan.
Apakah kita mengarahkan energi kita pada hal yang bermanfaat atau sia-sia?
Hidup tidak bertambah mudah tapi kitalah yang perlu bertambah kuat dan bijaksana.
Tulisan ini dibuat untuk mengikuti tantangan menulis 30 hari di Kompasiana - Day 4
https://www.kompasiana.com/rosdayanti/6365266d4addee5b2e1e5e92/dimana-ada-kemauan-disitu-ada-jalan
No comments:
Post a Comment