Photo by Faris Mohammed on Unsplash |
Pada umumnya setiap orang ingin menunjukkan hal yang baik
saja dalam kehidupannya. Lebih suka membagikan kisah sukses dan
pencapaian-pencapaiannya.
Manusia sejatinya ingin selalu tampak sempurna dan tak bercela. Tak ingin
tampak seperti orang susah dan gagal. Kita berpikir bahwa kita takkan bisa
menjadi berkat bagi orang lain bila kita masih hidup susah.
Namun taukah kamu bahwa kegagalan dan penderitaan yang kita alami bisa saja
berguna bagi orang lain.
Maaf sih? Bagaimana bisa?
Berikut ini adalah 3 kisah penderitaan orang lain yang kemudian memberikanku
berkat kekuatan hati dan pencerahan pikiran.
1. Kisah wanita, rekan kerjaku, yang kehilangan rumahnya karena bencana alam
Aku tau bagaimana perjuangan wanita ini, yang merupakan seorang single parent,
dalam membangun rumahnya. Beberapa tahun dia menabung untuk mulai mencicil
bahan-bahan bangunannya.
Dia membuat design rumahnya dengan semangat dan memantau progress
pembangunannya dengan penuh harapan indah. Membayangkan bagaimana ruangan demi
ruangan itu akan dia tempati bersama anak-anak terkasihnya.
Segenap daya dan upaya kerja kerasnya dia kerahkan untuk mencukupkan dana demi
pembangunan rumah itu.
Sekitar dua tahun berjalan, pembangunan rumahnya sudah mulai selesai. Dia tak
sabar untuk segera menempati rumah impian itu.
Namun...tanpa diduga, suatu bencana alam membuat rumah itu terpaksa digusur!
Rumah impian itu tak akan pernah dihuni olehnya.
Saat mendengar kabar itu, aku turut merasa prihatin. Pasti wanita itu sangat
sedih dan kecewa.
Pada suatu hari, aku kehilangan suatu barang di rumahku. Aku merasa sangat
kesal dan sedih. Bagiku barang itu harganya lumayan mahal. Aku terduduk lemas
saat mengetahui bahwa barang itu telah dicuri orang. Aku yang tadinya mau
beres-beres menjadi kehilangan semangatku. Merasa semua kerja kerasku sia-sia.
Saat aku terduduk lemas itu aku merenung dan teringatlah aku pada kejadian yang
menimpa wanita tadi.
Apa yang aku alami ini belum seberapa dibanding wanita itu. Aku hanya
kehilangan satu barang, bagaimana dengan wanita yang kehilangan seluruh
rumahnya itu?
Dengan pemikiran itu aku jadi menemukan kekuatan baru dan tak terlalu pusing
lagi dengan barang hilang itu.
2. Seorang sepupu yang suaminya didiagnosa terkena kanker di tangannya sehingga harus diamputasi
Mereka baru menikah sekitar setahun, sepupuku sedang hamil tua saat mereka
mengetahui diagnosa itu. Sungguh suatu hal yang mencekam. Mengetahui sebuah
penyakit kanker sedang berada di dalam tubuh suaminya.
Dokter menyarankan tangan pria itu diamputasi untuk mengindari sel kanker itu
menyebar ke bagian tubuh lain.
Aku sedih saat mengetahui keadaan mereka.
Pada suatu hari...aku di KRL pulang kerja. Seperti biasa, berdiri berdesakan
bersama penumpang lain. Aku biasa mendengarkan musik dari hape dengan pakai earphone.
Beberapa saat setelah masuk KRL dengan kerumunan penumpang lain, aku masih
merasakan bahwa aku masih mendengar musik dari hape.
Tak begitu lama setelah pintu KRl ditutup, aku sadar, musik itu berhenti. Aku
segera mengecek keberadaan hape yang tadi aku taroh di saku celanaku.
Ternyata hape itu sudah tak ada. Aku panik. Aku berusaha bertanya pada
penumpang lain, dan minta tolong untuk dicari di kolong siapa tau terjatuh.
Namun suasana berdesakan yang begitu sempit tak memungkinkan orang
bergerak leluasa.
Aku makin panik. Aku mencoba bertanya pada orang-orang di sekitarku apakah
mungkin ada yang tau.
Orang-orang awalnya berusaha membantu dengan mencoba menelpon ke nomor hapeku.
Namun hape itu sudah tak aktif nomornya.
Aku masih panik...tapi tak berdaya berbuat apa-apa. Orang-orang mulai asik
dengan dunia masing-masing. Tak lagi peduli padaku yang masih panik.
Setibanya di stasiun tujuan, karena lelah dengan segala kebingungan dan
kepanikan sepanjang jalan itu, aku kemudian terduduk lemas dan merenungi
kejadian itu.
Aku ingin nangis. Aku sangat marah entah pada siapa...aku menyesali
kecerobohanku, aku merasa seperti seharusnya aku masih bisa mendapatkan hape
itu kembali. Seandainya tadi aku begini begitu..
Namun kemudian, keadaan yang dialami sepupuku itu terngiang dalam ingatanku.
Aku merasa bahwa apa yang aku alami belum ada apa-apanya. Aku hanya kehilangan
hape, suatu barang yang bisa aku beli lagi. Tapi suami sepupuku
kehilangan sebelah tangannya dan tak bisa dikembalikan lagi...
Perenungan itu bikin rasa sedihku perlahan surut. Aku pun mulai ikhlas
kehilangan hape itu.
3. Anak tetangga yang masih berusia 12 tahun meninggal dunia karena Leukimia
Ketika itu aku berusia 32 tahun, masih single. Desakan untuk segera menikah
dari keluarga dekat dan dari khalayak membuatku sangat frustasi. Aku merasa
seperti orang yang gagal dan aku hidup dalam kegalauan tanpa arah tujuan.
Kabar kematian anak umur 12 tahun ini, seperti menyadarkanku. Anak ini hanya
dikasih jatah hidup selama 12 tahun saja oleh Tuhan. Sementara aku masih hidup
sampai sekarang. Usiaku yang sudah 32 itu malah membuatku merasa stress hanya
karena aku masih single.
Bila Tuhan masih memberikan aku kesempatan hidup, pasti ada tujuan yang harus
kulakukan. Kenapa aku malah mengisi hidupku hanya sibuk mikirin jodoh?
Dari kejadian itu aku mulai mengubah fokus untuk mencari tujuan hidupku dan tak
lagi terlalu pusing mikirin jodoh.
Penderitaan yang pernah mereka alami telah
memberkatiku dengan suatu perspektif dan kekuatan baru.
Jika saat ini kamu sedang mengalami suatu penderitaan, jangan berpikir itu tak
ada gunanya. Bisa jadi orang lain menjadi dikuatkan dan diberkati dengan
melihatmu tetap bertahan walau di tengah penderitaan itu.
Jangan menyerah...apapun keadaanmu saat ini. Bisa jadi Tuhan sedang memilih
untuk menggunakanmu untuk menolong orang lain dengan cara yang kita tidak
pernah tau.
Tulisan ini dibuat untuk mengikuti tantangan menulis 30 hari di Kompasiana - Day 19
https://www.kompasiana.com/rosdayanti/6377a5274addee4b1051b182/untuk-apa-semua-penderitaan-ini
No comments:
Post a Comment