Photo by Kristopher Roller on Unsplash |
Pada suatu tahap di masa singleku, aku merasakan seperti yang ada dalam lirik lagu Single Happy nya Oppie Andaresta berikut ini:
Mereka
bilang aku pemilih dan kesepian
Terlalu keras menjalani hidup
Beribu nasehat dan petuah yang diberikan
Berharap hidupku bahagia
Aku
baik baik saja, Menikmati hidup yang aku punya
Hidupku sangat sempurna, I'm single and very happy
Mengejar
mimpi mimpi indah, Bebas lakukan yang aku suka
Berteman dengan siapa saja, I'm single and very happy
Mereka
bilang sudah saatnya karena usia
Untuk mencari sang kekasih hati
Tapi
kuyakin akan datang pasangan jiwaku
Pada waktu dan cara yang indah
Aku
baik baik saja, Menikmati hidup yang aku punya
Hidupku sangat sempurna, I'm single and very happy
Waktu
terus berjalan tak bisa kuhentikan
Kuinginkan yang terbaik untuk hidupku
Aku memang single, tapi aku happy. Aku excited belajar hal-hal baru, traveling ke tempat-tempat baru, menggeluti suatu bisnis baru…aku menikmati hidupku.
Selama beberapa waktu aku menikmati masa single ku tanpa merisaukan untuk menikah. Namun hal itu berubah setelah aku melihat ekspresi di wajah mamaku ketika dia memintaku segera menikah.
Biasanya aku sangat terganggu setiap kali beliau membahas tentang pernikahan. Kali itu, aku melihat dari sudut pandang yang berbeda.
Aku mengasihi mamaku. Banyak hal yang sudah kuupayakan dalam hidupku dengan tujuan untuk membahagiakan beliau. Mulai dari melanjutkan pendidikan, bekerja keras, mencoba berbagai bisnis. Aku ingin membuatnya bahagia. Tetapi hal itu tidak berhasil membuatnya bahagia. Satu-satunya kebahagiaannya adalah melihatku menikah karena menurutnya hal akan membuatku bahagia.
Aku merenungkan, hal yang membuat mamaku bahagia adalah melihatku menikah. Tampaknya bukan hal yang terlalu sulit, aku sudah melakukan banyak perjuangan yang lebih besar sebelumnya. Mengapa aku tak berusaha dengan lebih serius untuk menikah agar mamaku bahagia?
Aku juga sadari, hidupku adalah milik Tuhan, bukan milikku sendiri. Aku tak boleh hidup semaunya sendiri. Bila Tuhan ingin aku menikah, aku harus menikah. Walaupun aku berpikir bahwa aku bisa hidup bahagia dengan atau tanpa pasangan hidup.
Pertimbangan itu membawaku pada keputusan untuk berusaha lagi mencari pasangan. Aku mulai membuka hati dan membuka peluang mengenal calon pasangan hidup dengan mendaftar ke situs dating online Kristen yang sebelumnya aku pernah ikuti.
Kali ini dengan niat mulia untuk mencari pasangan hidup. Kriteria pasangan idealku pun sudah lebih jelas. Aku mengubah biodataku di situs itu yang tadinya aku isi asal-asalan. Aku menuliskan dengan jelas semua hal-hal yang aku harapkan dari seorang pria dan dari sebuah hubungan. Aku sekarang lebih mengenal siapa diriku dan apa yang aku inginkan. Seorang wanita yang berharga yang pantas untuk dicintai dengan cara yang sepatutnya.
Seiring dengan tindakan itu, aku juga berdoa. Bila Tuhan ingin aku menikah, kiranya Tuhan menuntunku untuk bertemu dengan pria yang sudah Tuhan sediakan. Baik melalui situs itu maupun dengan cara lain.
Aku mulai berkenalan dengan beberapa anggota di situs itu. Kali ini aku lebih selektif dan hanya berurusan dengan pria yang kriterianya sesuai dengan yang aku cari. Aku tak ingin buang-buang waktu lagi.
Proses ini bukan hal yang mudah menurutku. Butuh kekuatan hati untuk melaluinya. Terkadang aku mengalami penolakan dari pria yang aku kira tepat sesuai kriteriaku. Penolakan itu membuatku sakit hati dan rasanya ingin berhenti saja. Ingin rasanya aku berkata,
“Ya sudahlah! Aku tak menikah juga tak apa-apa. Aku baik-baik saja menikmati hidupku.”
Namun ada suatu dorongan dalam hatiku untuk tetap berusaha. Walaupun tampaknya semua pintu tertutup dan aku berpikir sia-sia saja mencoba, sia-sia saja berusaha. Di hatiku ada suatu harapan, bahwa mungkin Tuhan sudah menyiapkan sesuatu yang seharusnya aku temukan apabila aku tetap bergerak.
Ibarat sebuah teka-teki, mungkin Tuhan sedang memberikanku pertanyaan untuk dijawab. Aku pun berusaha menebak jawabannya.
“Jawabannya A! “
Salah!
“B?”
Salah!
“C?”
Salah lagi!
Setelah menebak beberapa kali ternyata jawabannya salah, aku tergoda untuk menyerah. Berhenti menebak.
Bagaimana bila ternyata jawabannya adalah D atau E atau F?
Aku hanya perlu menebak satu kali lagi, untuk akhirnya mendapat jawaban yang benar. Aku hanya perlu berkenalan dengan satu kandidat lagi untuk akhirnya bertemu dengan pria yang adalah jodohku.
Bila aku menyerah maka aku tak mendapatkan apa-apa.
Karena berdoa dan berusaha adalah satu paket, aku meyakini bahwa ada bagian yang hanya Tuhan yang bisa lakukan, dan ada bagian yang hanya kita yang bisa lakukan.
Demi kebaikan kita, Tuhan tak ingin mengintervensinya. Misalnya orang tua yang ingin mendidik anaknya belajar mandiri dan bertanggung jawab, tidak akan mengerjakan PR untuk anaknya. Orang tua akan mengajari anak itu untuk mengerjakannya sendiri.
Bagian Tuhan adalah menuntunku mengambil keputusan yang benar, bagianku adalah melakukan seleksi terhadap calon pasangan hidupku.
No comments:
Post a Comment