Photo by Christian Lue on Unsplash |
Pada tahun 2016 aku mendengar kotbah dari seorang pendeta tentang perlunya membuat kriteria pasangan yang spesifik. Di dalam kotbahnya dia cerita tentang seorang jemaatnya, yang udah lama mencari pasangan hidup, datang padanya minta didoakan biar cepat dapat jodoh. Begitu ditanya si pendeta, dia maunya pasangan yang seperti apa, si jemaat malah bingung, nggak tau yang seperti apa.
Jadi pendeta itu memberi saran pada si jemaat untuk menuliskan kriteria pasangan yang dia inginkan. Lalu berdoa meminta kepada Tuhan dengan menyebutkan kriteria tersebut secara spesifik.
Terbukti, beberapa waktu kemudian, si jemaat datang lagi menemui sang pendeta. Kali ini dia datang bersama pasangannya. Jemaat itu berkata bahwa Tuhan akhirnya menjawab doanya dan mempertemukannya dengan pasangan yang persis seperti kriteria yang dia tulis.
Mendengar kisah itu, aku yang kala itu juga sedang berjuang mencari jodoh jadi terinpirasi untuk melakukan hal yang sama. Aku pun menuliskan kriteria suami idamanku secara spesifik dan mendoakannya secara spesifik juga.
Waktu terus berlalu dan aku tak kunjung ketemu dengan sosok yang sesuai dengan kriteria itu. Sampai akhirnya aku mulai melupakan daftar itu. Aku pikir, tampaknya kriteria ini terlalu ideal. Adakah pria yang se ideal itu?
Pada tahun 2018, aku menulis lagi kriteria suami idamanku dengan mengacu pada panduan dalam buku “Temukan Pasangan Hidup Anda” tulisan Neil Clark Warren.
Buku ini berisi tentang panduan bagi para single yang sedang mencari pasangan hidup. Membahas juga beberapa prinsip yang penting dalam menjalani masa pacaran untuk mencapai pernikahan yang berhasil.
Dalam panduan mencari pasangan hidup, kita diminta untuk mendesripsikan kriteria pasangan ideal yang kita inginkan yang mencakup 10 aspek berikut:
- kepribadian,
- kecerdasan,
- penampilan,
- ambisi,
- daya Tarik fisik,
- kerohanian,
- karakter,
- kreativitas,
- keinginan menjadi orangtua/kriteria pola asuh anak sebagai orang tua
- keaslian /kemurnian.
Misalnya dalam hal kepribadian, kita dipandu untuk menggambarkan dengan spesifik kepribadian seperti apa yang kita inginkan dari pasangan ideal kita.
Setelah ke-10 aspek itu dijabarkan, kita diminta untuk mengurutkan satu aspek ke aspek yang lain, mulai dari yang menurut kita paling penting. Aspek yang menempati nomor urut 1 sampai 3 artinya kualitas itulah yang paling penting bagi kita untuk mencari pasangan.
Bagiku pribadi, urutan pertama adalah aspek kerohanian, urutan kedua adalah aspek karakter, dan urutan ketiga adalah aspek kepribadian. Jadi kalau aku bertemu dengan seorang pria yang memenuhi 3 kualitas utama tersebut, maka dia adalah pria yang perlu aku pertimbangkan.
Diingatkan juga dalam buku itu, tak ada manusia yang sempurna. Kalau kita mencari yang sempurna, maka kita akan mencari selamanya. Dengan menentukan hal paling prinsip yang kita cari dari seorang pasangan, kita bisa lebih mudah membuat keputusan. Walaupun pasangan itu punya kekurangan dalam hal lain, bila bagi kita itu bukan hal yang terlalu prinsip, maka kekurangan itu masih bisa dikompromikan.
Kriteria yang aku tulis sebelumnya dengan kriteria yang aku buat kali ini poin-poinnya sebenarnya hampir sama. Namun, ada yang berbeda sehubungan dengan perubahan paradigma dalam diriku.
Dalam kriteria sebelumnya, aku lebih condong pada hal-hal yang kelihatan hebat secara lahiriah. Misalnya, aku ingin pria yang aktif melayani di gereja, pendidikan minimal lulusan S1, karir yang mapan, punya rumah, mobil dan sebagainya.
Hal ini menunjukkan apa yang jadi bahan pertimbanganku saat itu. Aku ingin pasanganku bisa membuatku merasa lebih bernilai. Aku ingin pasanganku dinilai hebat oleh orang lain. Tampak mentereng, dan pantas diajak ke arisan keluarga. Seseorang yang membanggakan untuk dipamerkan.
Sementara kriteria yang ke dua lebih menekankan pada hal yang lebih esensi. Dalam list ini kriteria utama yang aku tulis adalah pria yang takut Tuhan, seiman, mengerti kebenaran dan hidup dalam kebenaran.
Dalam masa penjajakanku dengan beberapa pria, aku melihat banyak pria yang aktif dalam pelayanan di gereja tapi ternyata kelakuannya buruk. Tak menunjukkan perilaku anak Tuhan sebagai pria yang terhormat. Jadi, apa yang sebenarnya aku cari? Aku mencari pria yang seiman, mengerti kebenaran dan hidup dalam kebenaran itu. Mau dia aktif di pelayanan gereja atau tidak, itu bukan ukuran lagi. Ukurannya adalah dari bagaimana dia berperilaku yang bisa aku lihat dan nilai selama kebersamaan kami.
Apakah dia memperlakukanku dengan sopan? Apakah dia menjaga kekudusan? Apakah dia jujur? Apakah dia bisa dipercaya?
Lagian, seiring waktu, aku mengerti, pelayanan itu bukan hanya di gereja. Dalam setiap bidang dan peran yang Tuhan percayakan dalam hidup kita pun kita bisa melayani dan menjadi berkat dengan perilaku yang baik.
Terkait kriteria di bidang pendidikan. Kenapa aku harus menikah dengan pria lulusan S1, S2 dst? Yang aku butuhkan adalah seorang pria yang cerdas, berwawasan luas, open minded dan nyambung diajak ngobrol. Dan ternyata, banyak pria lulusan sarjana yang tidak secerdas sebagaimana mestinya. Wawasannya sempit, pikiran tertutup, tak bisa menerima perbedaan pun tak nyambung diajak ngobrol. Jadi kriterianya bukan lagi mengacu pada pendidikan formal yang dia ikuti, tapi lebih esensi pada jenis kecerdasan yang dimiliki pria tersebut.
Demikian juga dalam hal harus sudah bekerja mapan, punya rumah, mobil dan harta gono gini lain. Aku pikir itu bukan lagi hal yang benar-benar esensi. Aku yakin bila seseorang punya karakter yang bagus, rajin pekerja keras dan bertanggungjawab, hal-hal itu pada akhirnya akan mengikuti.
Kriteria kali ini pun aku bawa dalam doaku. Aku pikir kriteriaku kali ini mungkin membuat Tuhan mengangguk setuju bahwa aku akhirnya mengerti apa yang seharusnya aku minta.
No comments:
Post a Comment