The female child of a King is a princess. Act like the valuable princess you are, and plan to be treated as royalty – Dari buku Lady in Waiting
Suatu pagi sepulang kerja shift malam, saat masih kerja di pabrik, aku mampir untuk menemui seorang teman. Dia adalah sesama perantau dari Sumatera Utara yang aku kenal di gereja. Tadi malam dia mengabariku bahwa dia sedang sakit.
Aku tiba di tempat itu sekitar jam 7 pagi di satu kontrakan kecil di sudut gang. Aku melihat dia duduk di teras, sedang merenung. Aku menemuinya dan menanyakan keadaannya. Dia baru saja habis kontrak kerja dan sedang kesulitan ekonomi. Dia terpaksa menumpang kepada temannya untuk tinggal bersama di kontrakan itu.
Tak lama kami berbincang, dari dalam kontrakan keluar seorang pria muda sepantaran kami. Dia tampak masih berwajah bantal alias baru bangun tidur. Dalam hati aku heran, apakah dia tidur di kontrakan ini malam ini? Bagaimana bisa? Ini kan kontrakan cewek dan ukurannya kecil hanya sekitar 3x3m.
Tapi aku tak menujukkan keherananku. Aku sudah mengenal pria itu sebelumnya. Dia adalah pacar dari teman kontrakannya si temanku tadi.
Aku menyapa pria itu, “Hai, lagi apa ito?” (Ito adalah panggilan sopan untuk cewek dan cowok dalam Bahasa Batak)
Dengan ringan dia menjawab sambil tersenyum, “Yah, gitulah Ito, manandangi boru ni raja on.” (Mengunjungi putri raja ini)
Saat itu, si cewek, pacarnya, yang juga tampak baru bangun, muncul di depan pintu dan dia tersenyum tersipu malu. Mungkin dia merasa tersanjung disebut boru ni raja oleh pria itu.
Aku tersenyum maklum menanggapi jawaban pria itu. Namun dalam hati aku ingin protes. Begitukah caranya manandangi seorang boru ni raja? Sampai pagi? Pake acara nginap?
Dari temanku tadi aku akhirnya tau mereka sudah melakukan hubungan yang seharusnya belum patut sebelum menikah. Yah, mereka sudah tidur bareng.
Dalam suku Batak, boru ni raja yang artinya putri raja adalah sebutan untuk seorang wanita sebagai simbol dari wanita yang terhormat dan menjunjung nilai-nilai moral yang tinggi.
Yang aku pahami, boru ni raja seharusnya adalah seorang wanita yang berharga dan terhormat dan sepatutnya diperlakukan dengan cara yang terhormat juga.
Saat aku melihat pria itu memperlakukan boru ni raja dengan cara yang demikian, aku merasa itu tak sepatutnya. Namun, aku pikir, itu bukan sepenuhnya kesalahan dari pria itu.
Bukankah itu semua tergantung bagaimana respon wanita itu sendiri? Wanita itu tampaknya senang-senang aja diperlakukan seperti itu.
Jadi apakah seorang pria menghormati seorang wanita atau tidak kembali lagi kepada sikap wanita itu sendiri. Sebagai seorang wanita, aku harus memperhatikan caraku bersikap sehingga pantas dihargai dan dihormati. Apakah aku bersikap seperti seorang wanita yang berharga? Atau aku menerima diperlakukan seperti wanita murahan?
Saat aku belajar kebenaran Firman dalam Alkitab, aku juga menyadari bahwa aku adalah anak Allah. Roma 8:14 “Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.”
Aku sebagai boru ni raja dalam budaya Batak saja harus menjunjung nilai-nilai kehormatan. Apalagi aku sebagai anak Allah yang adalah Raja di atas segala Raja. Aku adalah Putri Raja, warga negara kerajaan surga yang bermartabat tinggi. Tentu saja aku harus bisa menjaga kehormatan dengan standar yang lebih tinggi.
Jadi, setiap saat aku memikirkan hal-hal yang cenderung murahan, keinginan untuk melakukan tindakan murahan, aku mempertimbangkan lagi siapa diriku. Mulai merenungkan apakah seorang Putri Raja pantas melakukan hal-hal murahan seperti ini?
No comments:
Post a Comment