Saturday, February 25, 2023

Will You Marry Me?

Sebagai pecinta cerita dongeng putri-putri kerajaan, aku sering melihat proses lamaran seorang pria kepada kekasihnya. Biasanya si pria sudah menyiapkan cincin dan menunggu moment yang tepat untuk menyatakan niatnya. 

Pada saat yang dianggap tepat, si pria akan berlutut dan menyodorkan cincin kepada kekasihnya dan berkata “Will you marry me?” Biasanya reaksi si wanita adalah kaget dan terharu dalam kebahagiaan yang besar. Lalu mereka berpelukan... Kemudian mereka menikah dan hidup bahagia selamanya.

Bayangan proses dilamar dalam suasana romantis seperti itu terpatri di dalam pikiranku dan berharap hal itu pun terjadi padaku.

Waktu itu aku usia 34, sudah semakin sering ditanyain kapan nikah dan semakin gencar didesak oleh keluarga untuk segera nikah. Terutama mamakku. Dia tampak stress dengan keadaan single ku di usia segitu. 

Waktu itu aku memang belum punya pacar. Tapi aku sedang melakukan usaha perkenalan dan penjajakan dengan beberapa pria. Tiap aku kenalan dengan seorang pria biasanya aku cerita ke mamak. Tapi hanya cerita aja, gak dibawa ke rumah buat dikenalin. 

Pada saat aku berkenalan dengan pria bernama Gtr, aku merasa banyak dari kriteria yang aku cari aku temukan padanya. Tapi tentu saja tak secepat itu mengambil keputusan. Aku masih ingin penjajakan sampai beberapa waktu untuk lebih meyakinkan diri bahwa dia adalah orang yang tepat. 

Di minggu ke dua proses penjajakan itu, mamak sakit dan harus dirawat di RS. Waktu itu, si pria ini ngajak aku ketemuan sepulang kerja sekalian nganterin pulang. 

Aku bilang kalau aku lagi cuti karena harus temani mamak di RS. Dia nanya apakah dia boleh datang ke RS untuk jenguk mamakku. Aku bingung. Merasa kurang nyaman juga, ini orang baru kenal kemarin. Tapi aku gak menolak saat dia mau datang. Anggap aja ini juga suatu bentuk proses penjajakannya. 

Dan bener dia datang ke RS. Waktu itu udah sekitar jam 7 malam waktu dia nyampe. Lumayan jauh sih dari tempat kerjanya dan aku menghargai niatnya datang walaupun jauh. Aku pun mengajaknya ke ruangan tempat mamak dirawat dan mengenalkannya ke Mamak. 

Aku udah bilang sebelumnya ke mamak bahwa dia mau datang. Mamak masih dalam kondisi lemes dan sebenarnya dia tak nyaman bila pria itu datang berkunjung. Tapi walaupun begitu, dia tetap berusaha untuk menyambut kedatangannya. 

Dan setelah sedikit bicara basa basi perkenalan, tiba-tiba saja mamakku langsung nanya ke pria itu, “Jadi, kapan kalian nikah?” 

Waduh! Aku kaget dan malu banget dengar pertanyaan itu. Terkesan ngebet banget mau nikah! Padahal aku yang lagi proses penjajakan aja masih berusaha agak jual mahal dan tahan harga, ini kok malah terkesan banting harga  

Pria itu juga tampak kaget ditanya begitu dan bingung mau jawab apa. Secara kami baru kenalan dua minggu dan belum tau juga akan dibawa kemana hubungan ini.

Aku sebenarnya agak kesel kenapa Mamak harus nanya gitu. Tapi mungkin itu karena saking dia stress nya mikirin nasibku yang belum nikah juga. Jadi dia merasa perlu turun tangan untuk mempercepat prosesnya.

Untungnya, hubunganku dengan pria itu makin ada kemajuan. Kami merasa saling jatuh cinta dan nyaman dan nyambung untuk banyak hal. Sekitar tiga bulan setelah kenalan akhirnya kami jadian. 

Pada suatu sore waktu kami dalam perjalanan pulang ke rumah naik KRL, pria itu menanyakanku tentang pesta pernikahan seperti apa yang aku inginkan. Mau adat atau tidak dan kapan kami bisa mulai daftar untuk kelas bimbingan pranikah di gereja. 

Yah, emang sih, niat aku menjalin hubungan ini adalah untuk menikah dan bukan sekedar pacaran. Tapi bukankah seharusnya ada proses dilamar ya? Kok udah ngomongin detail persiapan pernikahan? 

Waktu itu aku gak langsung jawab tapi balas bertanya: "Wait! Ini maksudnya kamu lagi ngelamar aku, ya? Kok gitu doang sih caranya?"

Terus aku jelasin padanya cara dilamar yang aku impikan itu gimana. Harusnya tuh dengan berlutut dan sambil memberikan cincin. Seperti di film-film gitu loh..what so called romantic!

Tapi dia hanya senyum-senyum dan tak begitu menanggapi kata-kata itu. Dia terus sibuk lagi ngebahas tentang rencana dan detail persiapan pernikahan. 

Pria ini tampaknya yakin banget kalau aku pasti mau nikah sama dia.

Tapi sebenarnya aku juga membayangkan, aneh juga kali ya kalau dia beneran melakukannya. Melamarku dengan berlutut… di KRL 

Akhirnya, aku tak mempermasalahkan lagi urusan dilamar dengan cara berlutut itu. Kami sibuk dengan persiapan pernikahan dan mengikuti kelas bimbingan pranikah di gereja yang banyak mengubah mindsetku tentang pernikahan.

Pernikahan adalah untuk dua orang dewasa yang siap untuk memikul tanggung jawab besar. Tanggung jawab untuk membentuk rumah tangga dalam kasih yang tidak bersyarat. Bersama-sama bertumbuh dalam penyempurnaan karakter dan melakukan apa yang jadi panggilan Tuhan baik sebagai pribadi maupun sebagai keluarga. 

Jadi bukan seperti di film yang tampak hanya yang indah dan romantis-romantis saja. 

Dan walaupun pria itu tak melamarku dengan berlutut dan menyodorkan cincin, tapi dia mengurus hal-hal terkait persiapan pernikahan kami. Mulai dari memesan gedung dan catering tempat kami nikahan, membentuk panitia untuk acara nikahan, ngatur jadwal bimbingan pranikah kita di gereja dan mempersiapkan segala hal lain yang dibutuhkan.

Yah, walaupun tidak dengan gestur berlutut, tapi tindakan yang dia lakukan lebih dari itu.


No comments:

Post a Comment

Bertahan Hidup dan Tetap Waras adalah Suatu Pencapaian

No one is ahead in life, and no one is behind. Everyone is walking their own journey and will reach their destination in their own time. P...