Wednesday, August 9, 2023

Perjuangan Ibu Bekerja Memberi ASI Ekslusif

 

Ilustrasi Ibu Menyusui.  Sumber: Dave Clubb on Unsplash

Aku nggak pernah menyangka bahwa proses menyusui ternyata suatu perjuangan. Aku kira itu akan terjadi secara alami. ASI (Air Susu Ibu) akan mengalir secara otomatis dan bayi akan langsung tau caranya menyusui. Ternyata kenyataan yang kualami tidak sesederhana yang kubayangkan.

Satu Minggu Pertama

Hari pertama setelah lahiran, payudaraku sudah bengkak banget, tapi aku belum bisa menyusui El dengan benar. Beberapa ibu di keluarga besar yang datang menjenguk berusaha mengajariku cara menyusui. Tapi ternyata tak berhasil. Anakku belum bisa menyusui dengan baik. Sehingga dia banyak nangis-nangis.

Beberapa ibu itu bercerita bagaimana dulu saat mereka baru lahiran, air susunya langsung muncrat-muncrat saking lancarnya. Mendengar cerita mereka tentang air susu masing-masing yang berlimpah-limpah sementara aku belum ada ASInya membuatku insecure. Melihat anakku menangis tapi tak tau harus bagaimana membuatku kasihan plus panik. Sungguh membuatku stress.

Pada hari ke dua, seorang perawat mengajariku cara pelekatan yang benar untuk anak bisa menyusui dengan baik. Dia menjelaskannya dengan detail sambil membantu menempatkan posisi El dengan tepat. Dia mengajari dengan sabar sampai El berhasil menyusui.

Berkat pelajaran dari perawat itu aku mulai bisa mengatasi drama menyusui hingga hari ke-3 di rumah sakit. Namun lebih sering menyusui dengan payudara sebelah kiri karena kalau payudara sebelah kanan tampaknya kurang nyaman bagi El.

Perjuangan selanjutnya dimulai pada saat kami pulang ke rumah di hari ke empat setelah lahiran. Setibanya di rumah, El nangis-nangis, aku mencoba menyusui dengan posisi yang aku sudah pelajari kemarin, tapi ternyata tak mempan. El tetap nangis-nangis. Aku bingung harus bagaimana. Itu satu-satunya cara menyusui yang aku tau.

Saat itu Ibu mertuaku di rumah, mungkin karena panik, berkali-kali dia menyarankan agar El dikasih sufor, dikasih madu dan di kasih air putih. Semua saran itu malah bikin aku makin panik. Dari banyak artikel yang aku baca, bayi baru lahir hingga umur satu tahun belum boleh dikasih madu. Dan kalau dari bayi dibiasakan minum sufor, bisa-bisa malah nanti nggak mau minum ASI. Jadi aku tak ingin langsung memberikan sufor. Aku tau aku sebenarnya aku punya potensi untuk menyusui hanya perlu sedikit latihan aja.

Beberapa kali El mau menyusui langsung, namun kadang tidak mau. Kalau sedang tidak mau menyusui, kami memberikan pake sendok dari hasil memompa ASI.

Pada hari ke lima, di sore hari setelah banyak tidur, begitu bangun El nangis-nangis dan badannya panas. Aku dan suami panik dan segera bawa ke RS.

Dokter bilang bahwa kadar bilirubinnya tinggi sehingga bayi tampak kuning. Katanya itu hal yang normal pada bayi baru lahir karena masih kesulitan menyusui. Solusinya bisa dengan disinar satu kali 24 jam atau cukup dengan diberi banyak ASI. Karena takut melakukan kesalahan, akhirnya kami minta El di sinar aja.

Karena kami bertekad memberi ASI, kata dokter tiap 2 jam bayi hanya butuh minum sekitar 60 ml. Kami diminta untuk mengantarkan stok ASIP nya ke RS.  

Saat pulang ke rumah, aku segera memompa ASI untuk diantarkan ke RS. Tapi hasilnya hanya sekitar 50 ml setelah pumping sekitar 1 jam. Payudara bengkak dan sakit banget tak aku hiraukan. Aku hanya mikirin anakku dapat ASI.

Saat itu perasaanku sangat kacau. Panik, kuatir, sedih bersatu padu. Aku sungguh tak tega membayangkan anakku ada di RS sendirian. Aku ingin berada di sana bersamanya. Tapi apa gunanya juga. Dia disinar di suatu ruangan khusus.

Karena hasil pumpingnya hanya sedikit dan aku sangat kelelahan, aku akhirnya istirahat dan merelakan bila di RS mereka memberikan tambahan sufor.

Keesokan harinya kami menjemput El ke RS. Menurut dokter kadar bilirubinnya sudah normal.

Saat aku ke ruangan tempat El disinar, seorang perawat yang bertugas menanyakan apakah aku mau menyusui bayiku. Karena bingung, aku bertanya padanya, bagaimana caranya? Selama ini aku hanya tau cara menyusui dengan posisi tiduran. Perawat itu melihatku dengan wajah prihatin.

Dia lalu mengajariku cara menyusui dengan posisi duduk. Dengan sabar dia juga membantuku menempatkan El dengan posisi yang baik untuk menyusui. Aku sangat berterima kasih pada dua perawat di RS ini yang telah mengajariku cara menyusui dengan cara yang tepat.

Semua ibu-ibu mungkin bisa bercerita bagaimana lancarnya ASInya saat menyusui anaknya, tapi belum tentu mereka bisa mengajarkan dengan tepat bagaimana sebenarnya cara pelekatan yang benar pada ibu yang baru belajar menyusui.

Perawat itu juga memberitahu bahwa tadi malam mereka memberikan susu formula (sufor) untuk El, dia memberikanku sisa sufor di kaleng. Aku pikir tak apalah. Mungkin akan ada baiknya juga kami punya stok sufor, bila sewaktu-waktu dibutuhkan.

Selanjutnya aku mulai lebih lancar menyusui El. Namun seperti biasa El hanya suka menyusui dari payudara sebelah kiri. Payudara sebelah kanan jarang. Sehingga selama masa menyusui payudara sebelah kiri lebih besar dari yang kanan.

Biasanya aku menyusui El tiap 2 jam sekali. El yang masih bayi, lebih banyak tidur, jarang rewel. Tapi saat rewel dan dikasih susu dia langsung tenang. Bila setelah menyusui El masih rewel, kadang kami berpikir bahwa mungkin karena ASI nya kurang. Jadi suami suka nawarin untuk bikin sufor.

Saat itu, setiap kali suami membuat sufor untuk El, aku merasa sangat cemburu pada sufor itu. Aku tak rela El malah minum sufor. Tapi aku berusaha berpikir bahwa sufor juga punya banyak kebaikan.

Setelah Satu bulan dengan Sufor

Setelah El berumur satu bulan, kami kontrol ke dokter anak. Saat itu dokter menanyakan apakah kami memberikan ASI eklsusif? Kami jawab tidak, karena kami juga sesekali memberi sufor.

Dokter bertanya berapa banyak perbandingan dia minum ASI dengan sufor? Kami jawab lebih banyak ASI sih, sufor hanya sesekali bila dirasa kurang.

Karena menurut dokter bahwa peningkatan berat badan El bagus untuk usianya, jadi dia sarankan agar kami memberi ASI ekslusif aja, karena itu pun tampaknya cukup baginya. Sejak saat itu, kami pun berusaha untuk hanya ngasih ASI.

Mulai Stok ASIP

Saat El berusia 2 bulan aku mulai mempersiapkan stok ASIP (Air Susu Ibu Perah) agar nanti setelah kembali bekerja El tetap bisa minum ASI.

Saat itu sepertinya kesibukannya hanya seputar ASI. Setiap 2 jam sekali menyusui El dan  di sela-sela waktu itu aku memompa ASI. Hasilnya biasanya hanya sedikit, paling sekitar 50ml udah memompa kedua payudara.

Suatu kali suamiku melihat hasil pumping yang hanya sedikit itu, dengan nada ragu berkata, “Yah, cuma segitu doang, emang bakal cukup?”

Dengan nada kesal aku hanya menjawab, “Kita kan sama-sama dengar kata dokter tentang pentingnya ASI Ekslusif, jadi tolonglah disupport!” setelah itu suamiku tak pernah lagi berkomentar miring lagi.

Aku pun sebenarnya pesimis  setiap pumping hasilnya yang segitu-segitu aja. Seringkali aku ragu, akan cukup nggak ya hasil pumping ini untuk anak bayi setelah aku kerja? Aku menghitung-hitung kira-kira berapa ml yang dia butuhkan selama aku di kantor dan ada berapa kantong stok yang sudah tersedia.

Aku kuatir hanya dalam waktu sebulan semua stok itu habis dan aku tak tau bagaimana mengejar stoknya lagi. Tapi setiap kali keraguan itu muncul, aku tetap berusaha menyemangati diri sendiri. Aku berpikir, ya sudahlah, kalau pun tak cukup, nanti toh bisa ditambah sufor. Saat ini aku harus fokus mengusahakan yang terbaikku.

Terinspirasi dari Ibu-ibu hebat

Rasa pesimis setiap kali memompa ASI dengan hasil minim itu juga sedikit banyak teratasi oleh beberapa ibu hebat yang memberiku inspirasi untuk tetap berjuang.

Salah satunya seorang teman kantor yang juga sudah berhasil memberi ASI pada anaknya. Dia selalu berkata bahwa aku harus semangat, jangan stress, harus rajin mepompa ASI, mengingatkanku untuk mengonsumsi segala makanan dan minuman untuk menambah ASI. Dia juga selalu dengan berapi-api menjelaskan bagaimana pentingnya memberikan ASI pada anak.

Selain itu, aku juga terinspirasi oleh salah satu akun youtube yang aku ikuti sejak masa kehamilan yaitu Kriwilife. Dalam salah satu videonya dia cerita bagaimana dia berjuang memberikan ASI eksklusif pada bayinya walaupun dia harus bekerja jauh dari anaknya dan hanya bertemu dua atau tiga hari sekali. Dia tetap rutin memompa ASI sesuai jadwal yang ditetapkan untuk mencukupi kebutuhan ASIP anaknya.

Dia berhasil melakukannya walaupun tidak setiap hari ketemu anaknya. Aku pikir aku juga harusnya bisa. Aku masih lebih beruntung karena bisa ketemu anakku tiap hari dan bisa menyusui secara langsung. Beberapa sumber mengatakan bahwa semakin sering menyusui secara langsung, maka jumlah ASI nya juga akan semakin bertambah.

El lulus ASI Ekslusif

Saat aku sudah mulai ngantor lagi, aku masih rutin memompa ASI setiap 3 jam sekali. Kali pertama pumping di kantor, secara mengejutkan hasilnya mencapai 100 ml sekali pumping. Aku senang banget karena hal seperti itu belum pernah terjadi sejak awal aku mulai pumping.

Saking senangnya aku cerita hal itu pada teman kantor dengan bangganya. Namun dia malah mengeryitkan dahi dan bertanya, kok dikit, hanya 100ml? Aku bilang selama ini hanya 50ml biasanya.

Tapi keesokan harinya, aku pumping lagi dan kali ini dapat 200ml. Aku makin semangat. Mungkin hasilnya bisa banyak karena jadwal pumping nya lebih lama. Selama di rumah kan sambil menyusui bayi.

Akhirnya dengan perjuangan itu El berhasil lulus ASI ekslusif hingga usia 6 bulan. Setelah itu El masih minum ASI bersama makanan pendamping sampai umur 1 tahun.

Aku sangat bersyukur karena berhasil melakukannya. Satu hal yang bikin aku takjub adalah, ternyata ASI nya cukup-cukup aja padahal aku menyusui hanya dengan payudara sebelah kiri. 

Suatu keajaiban bisa terjadi saat kita tidak menyerah.

No comments:

Post a Comment

Bertahan Hidup dan Tetap Waras adalah Suatu Pencapaian

No one is ahead in life, and no one is behind. Everyone is walking their own journey and will reach their destination in their own time. P...