Ilustrasi Menikah (Sumber: Jeremy Wong-unsplash) |
Kita tentu familiar dengan nasehat, “Pada waktu pacaran bukalah mata dan telinga lebar-lebar dan setelah menikah tutuplah mata dan telinga rapat-rapat.”
Nasehat ini sering diabaikan oleh orang-orang pacaran yang sedang dimabuk cinta. Alih-alih membuka mata dan telinga lebar-lebar, mereka malah cenderung menutup mata bahkan mengabaikan karakter buruk yang masuk kategori red flag pada pasangannya.
Hal ini juga yang pernah terjadi padaku ketika masih berusia 25 tahun. Ketika itu, aku punya target harus sudah menikah di usia 26 tahun, usia yang ideal untuk menikah bagi wanita menurut pandangan umum.
Pada waktu itu, aku berpacaran dengan seorang pria yang secara latar belakang ekonomi dan pendidikan cukup berpotensi menjadi pasangan ideal. Namun selama kami pacaran, aku melihat beberapa karakter buruk pada pria itu. Aku merasa tidak diperlakukan dengan cara yang sepatutnya dan aku seringkali dibuat bertanya-tanya, benarkah pria ini mencintaiku?
Walau begitu aku tetap bertahan dan tetap ingin hubungan itu berlanjut ke pernikahan. Aku merasa takut bila putus dengannya dan aku sulit menemukan pria lain untuk menikah di tenggat waktu yang begitu terbatas itu. Beruntung, akhirnya hubungan itu berakhir karena suatu hal.
Walau saat kami putus aku merasa begitu sedih dan patah hati, namun saat ini aku bersyukur bahwa aku dulu tidak jadi menikah dengannya. Karena aku bisa bayangkan bagaiamana buruknya dia akan memperlakukanku setelah kami menikah. Masih pacaran saja dia sudah berperilaku begitu.
Saat ini aku sudah menikah dengan pria yang tepat yang memperlakukanku dengan baik dan respect. Aku menikah pada usia 36 tahun dan ternyata tidak apa-apa juga walau dinilai terlambat dibandingkan orang-orang pada umumnya. Apa gunanya menikah cepat-cepat namun batin menderita?
Terkadang, selain faktor dimabuk cinta, seorang wanita yang dikejar-kejar target untuk segera menikah karena faktor usia juga bisa membuatnya lupa untuk berpikir rasional. Walaupun merasa ada karakter pasangan yang kurang berkenan di hati, namun tetap saja bertahan. Tanda-tanda bahaya tetap saja diterobos. Berpikir, yang penting nikah aja dulu, yang penting berganti status single ke married.
Padahal, keputusan untuk menikah adalah hal yang serius. Pasangan yang kamu pilih untuk menjadi suami bukan hanya akan berpengaruh besar pada kehidupanmu sendiri, namun juga mempengaruhi kesejahteraan anak-anakmu kelak.
Ilustrasi menjalin hubungan (Sumber: Priscilla-du-preez-unsplash) |
Masa pacaran seharusnya adalah masa penjajakan untuk seseorang mengenal lebih dalam karakter pasangannya sebelum memutuskan apakah mereka bisa melanjutkan hubungan itu ke jenjang pernikahan atau tidak.
Oleh sebab itu, memang harus membuka mata dan telinga lebar-lebar untuk menilai pasangan dengan rasional. Jangan terlalu cepat percaya bahwa pria tersebut adalah kiriman khusus dari surga sebagai jawaban dari doamu selama ini. Jangan terlalu cepat memenuhi pikiranmu dengan khayalan-hayalan indah akan kehidupan pernikahan yang serba indah.
Walaupun biasanya saat pacaran pasangan hanya menunjukkan sifat yang baiknya saja, namun pasti ada saat dimana kita bisa melihat sifat asli seseorang dari cara dia menanggapi suatu masalah. Dari bagaimana dia bersikap terhadap orang kecil/lemah, dari bagaimana dia berbicara kepada orangtua atau keluarga kamu dan yang paling penting adalah bagaimana dia memperlakukan kamu.
Berikut ini 5 masuk kategori red flag pada karakter pria yang harus kamu waspadai sebelum memutuskan menikah:
Nilai-nilai kehidupan (Values) yang berbeda
Bila kamu menilai hal rohani adalah penting, carilah pria yang juga religious.
Bila kamu menilai pernikahan adalah sesuatu yang sakral dimana kesetiaan dijunjung tinggi, maka kamu perlu memahami bahwa pria yang suka berselingkuh punya value yang berbeda.
Bila kamu menilai hubungan pria dan wanita adalah hubungan yang setara, saling melengkapi untuk bertumbuh bersama, maka kamu perlu pria yang berpikiran terbuka dan mendukung kamu maju. Bukan pria yang merasa takut tersaingi bila si wanita karirnya lebih sukses.
Kesamaan values yang paling mendasar seperti agama, pendidikan dan keluarga sangat penting sebagai fondasi berumah tangga. Kalau sudah tidak cocok, bisa jadi masalah yang terus menerus mengganggu di sepanjang pernikahan kalian.
Kekerasan Verbal (Verbal Abusive)
Kekerasan secara verbal bisa dinilai dari bagaimana pria ini berbicara padamu. Apakah dia sering menghina, mengkritik, mengatai kamu bodoh atau mengolok-olok kekurangan kamu di depan orang lain? Hal ini bila berlangsung untuk waktu yang lama bisa merusak harga diri kamu.
Manipulatif / Gashlighting
Pria yang manipulatif biasanya adalah pandai bersilat lidah dan memutar balik fakta. Membuat kamu mempertanyakan diri sendiri dan penilaianmu terhadap suatu masalah.
Misalnya, kamu sering merasa diabaikan olehnya. Dia jarang nelpon atau kirim pesan memberi kabar. Atau kalau balas pesan lama banget. Setiap kali kamu mengutarakan hal itu, pria ini malah kesal. Dia menyalahkanmu terlalu cemburuan atau terlalu banyak tuntutan padanya. Padahal kamu merasa bahwa memberikan perhatian adalah hal yang sewajarnya dilakukan orang pacaran.
Pria model begini sering bersikap seolah dia tidak bersalah dan kamulah yang bersalah karena berpikiran buruk tentang dia. Dia juga bersikap seolah tindakan buruk yang dia lakukan adalah karena kesalahan kamu.
Input / Output yang tidak seimbang
Apakah kamu merasa bahwa usahamu untuk menjaga kelangsungan hubungan kalian lebih besar daripada usaha yang dilakukan pasanganmu? Apakah kamu merasa bahwa kamu menempatkan dia dan hubungan kalian sebagai prioritas utama, sementara dia memperlakukanku dengan semaunya dan kurang menunjukkan rasa penghargaan?
Bila masih pacaran saja dia sudah memperlakukanmu dengan buruk, apalagi kalau sudah menikah. Bukankah masa pacaran adalah masa promosi? Dimana biasanya seseorang berusaha menunjukkan hanya sisi dirinya yang baik saja? Setelah menikah baru kelihatan aslinya. Nah, dalam hal ini, dia sudah menunjukkan aslinya. Seharusnya lebih mudah bagimu untuk menilai apakah hubungan kalian penting bagi pria ini.
Kekerasan Fisik (Physical Abusive)
Jenis kekerasan fisik bisa berupa tindakan mendorong, menampar, memukul, menendang, mencekik, melempar dengan benda tertentu. Terlepas dari apapun masalahnya, kamu tidak seharusnya diperlakukan dengan cara seperti ini. Hal ini bisa mencelakai dan mengancam hidup kamu.
Kekerasan dalam bentuk verbal dan fisik adalah red flag yang serius yang harus kamu waspadai karena berdampak merugikan pada kesehatan fisik dan mental kamu, juga mental anak-anak kamu kelak.
Abuse (Sumber: Susan Wilkinson-unsplash) |
Bila kamu menemukan tanda-tanda bahaya seperti yang disebutkan ini pada pasanganmu, pertimbangkanlah untuk menghentikan hubungan tersebut.
Terkadang, kita begitu berharap suatu hubungan bisa berhasil dan memaksakan diri menjalani hubungan yang tidak sehat dan dengan naif berpikir nanti kalau sudah menikah pasangan bisa berubah menjadi lebih baik. Sayangnya hal itu jarang terjadi. Bahkan bisa jadi pasangan malah berubah menjadi makin parah.
Tingkat perceraian dan banyaknya problematika kehidupan rumah tangga di sekitar kita seharusnya jadi bahan pelajaran untuk kita mengambil keputusan yang lebih bijaksana.
Jadi it’s OK bila kamu putuskan saja hubungan tersebut. Memang ini tidak mudah. Mungkin kamu akan butuh beberapa waktu untuk memulihkan diri dan move on.
Tapi lebih baik kamu menderita selama 2-3 bulan karena pahitnya patah hati putus dari pria tersebut daripada menderita selama 20-30 tahun sisa hidupmu karena menikah dengan pria yang salah.
Referensi:
https://hellosehat.com/mental/hubungan-harmonis/abusive-relationship/
https://www.orami.co.id/magazine/abusive
https://www.halodoc.com/artikel/ini-4-hal-yang-perlu-diketahui-tentang-gaslighting
No comments:
Post a Comment