Wednesday, March 6, 2024

Love and Respect dalam Pernikahan

Love and respect

Lihat pasangan pengantin baru tampak mesra? Itu sudah biasa!

Bagaimana bila pasangan itu sudah menikah 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun dan seterusnya? Apakah mereka masih bersikap manis dan mesra satu sama lain seperti saat baru menikah?

Menurutku, rasanya cukup jarang ditemukan model pasangan yang demikian. Pasti ada, tapi jarang. Makin lama usia pernikahan, pada umumnya pasangan mulai kehilangan rasa cinta dan hormat satu sama lain. Ada yang merasa geli bila harus bergandengan tangan dengan istri atau suami karena merasa sudah tua. Ada juga yang menjadi begitu kaku dan berat lidahnya sekedar mengucapkan “I love you” pada pasangannya.

Beberapa pasangan mungkin sudah berpisah, beberapa walau masih hidup bersama tapi sudah tidak bicara satu sama lain. Sudah putus asa dan merasa sia-sia saja untuk berusaha memperbaiki hubungan. Bertahan dalam suatu hubungan yang jauh dari kata harmonis. Mungkin mereka memilih tetap bersama demi anak-anak, demi status, atau demi tidak melanggar perintah Tuhan yang melarang untuk bercerai.

Namun, apakah pernikahan seperti itu yang berkenan kepada Tuhan?

Teladan pernikahan seperti apa yang sedang dipertontonkan kepada anak-anak dan generasi muda?

Sabtu kemarin, 2 Maret 2024, aku dan suami ikut seminar tentang pernikahan berjudul: Love & Respect – Membangun Keluarga yang Teguh Sesuai Visi Tuhan. Acara ini diadakan di GKKD Center Jakarta dengan pembicara Ibu Anny Pangellah.


Ibu Anny dan suaminya yang sama-sama aktif pelayanan di gereja, sudah menikah selama 38 tahun. Jangka waktu yang cukup lama untuk cukup makan banyak asam garam pernikahan. Dan kenyataannya memang demikian. 38 masa pernikahan mereka tidak berjalan selalu mulus. 

Pernikahan mereka sempat dilanda konflik yang mengacaukan hubungan suami istri itu selama sekitar 10 tahun. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk kembali membangun dan meneguhkan pernikahan mereka dan memulai lembaran baru. Saling memperbaiki diri dan belajar dari kesalahan di masa lalu. Saat ini hubungan mereka kembali mesra, indah dan teguh dalam visi Tuhan.

Sebagai pasangan yang masih baru menikah 4 tahun, aku belajar banyak dari seminar ini. Berikut ini beberapa pesan yang aku dapatkan yang mungkin juga bermanfaat buat kamu. Yuk cekidot!

Mengasihi Tanpa Syarat

Ketika kita bertumbuh dalam Tuhan, cara kita memandang pasangan juga akan menjadi seperti cara Tuhan memandang nya. Seorang manusia nya Tuhan. Ciptaan Tuhan yang dikasihi.

Bila pengenalan kita akan Tuhan sedikit, kita juga mengasihi sedikit. Bila pengenalan akan Tuhan makin dalam, kita juga mengasihi semakin dalam orang-orang yang Tuhan titipkan dalam hidup kita. Termasuk suami dan anak-anak.

Cinta bukan hanya bicara perasaan. Perasaan suka pada pasangan bisa hilang seiring waktu. Cinta adalah sebuah keputusan untuk menerima dan mencintai tanpa syarat apa-apa. Karena kita melakukannya sebagai tanggung jawab kepada Tuhan.

Dalam ayat Alkitab ini dijelaskan bahwa kasih menjadi suatu dasar yang sangat penting dalam kita melakukan sesuatu. Karena tanpa kasih semua itu tidak berguna.

“Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku.1 Korintus 13:1-13 TB

Mengampuni dan Tidak Menghakimi

Mengaplikasikan kasih dalam pernikahan menjadi tidak mudah saat kita berhadapan dengan perilaku pasangan yang melukai. Bagaimana tetap mengasihi dan tidak menghakimi pasangan yang sudah terbukti melakukan kesalahan?

Pembicara bercerita tentang bagaimana dia akhirnya bisa mengampuni suaminya yang telah terbukti melakukan dosa perselingkuhan.

Beliau belajar dari seorang pendeta dari sebuah gereja kecil yang adalah teman baik dari suami istri ini. 

Pada saat pernikahan mereka dalam prahara, suaminya sering datang ke rumah pendeta itu dan menghabiskan waktu bersama.

Pendeta itu, walau tau perilaku suami Bu Anny yang ketika itu jatuh dalam dosa, namun tak pernah menasehati, mengkotbahi atau menghakiminya. Dia disambut, diperlakukan dengan baik dan didengerin ngomong seperti biasanya.

Bahkan saat suatu hari suaminya minjam mobil pendeta ini karena mobilnya udah nggak bisa dipake karena kecelakaan, si pendeta ini pun bersedia meminjamkan.

Mengetahui hal itu, Bu Anny yang juga aktif pelayanan di gereja dan mengerti kebenaran, berkata pada pendeta ini melalui sms. Bahwa tindakan meminjamkan mobil itu tidak tepat karena mungkin akan digunakan untuk melakukan suatu perbuatan yang tidak pantas. Seharusnya Si pendeta bisa mempertimbangkan dampak itu dan mempertanggungjawabkan tindakannya yang bagi ibu Anny seolah mendukung suaminya untuk berbuat dosa.

Tapi pendeta itu tak balas sms itu untuk waktu yang lama sampai akhirnya mengirim balasan berkata bahwa dia memahami bahwa Bu Anny sepertinya belum sampai ke titik itu.

Bu Anny tak terima dengan jawaban itu karena saat itu dia belum bisa melihat siapa dirinya. Saat itu dia berpikir dia udah paling benar.

Sampaik kemudian dia sadar bahwa dia telah menghakimi suaminya. Dia belum sampai pada titik dimana dia rela mengampuni dan mengasihi dengan kasih tak bersyarat. Hatinya masih penuh dengan kemarahan dan malah senang bila suaminya tertimpa masalah.

Pada akhirnya dia mendapatkan pengertian oleh Perumpamaan dalam Alkitab tentang manusia yang tidak tau berterima kasih dalam Matius 18:21-35.

Dalam ayat tersebut diceritakan bagaimana raja menghapuskan hutang seorang hamba yang jumlahnya sangat besar, namun saat si hamba itu berhadapan dengan temannya yang punya hutang padanya dalam jumlah  kecil, dia tidak bersedia menghapuskan hutang temannnya itu.

Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” - Matius 6:14-15 TB

Jadi formula mengampuni adalah dengan menyadari bahwa kita juga orang berdosa yang diampuni dosanya sehingga kita harus juga mengampuni sesama kita.

Seperti kami mengampuni orang yang bersalah kepada kami = seperti kami memahami karya keselamatan Kristus!

Sumber: Materi Seminar Love and Respect

Bagaimana Menghormati Pasangan

Sikap kita saat berbicara pada pasangan bisa menjadi ukuran rasa penghormatan kita kepadanya.

Pembicara menjelaskan tentang mendengarkan dengan analogi bahasa Mandarin sebagai berikut:

Sumber: Materi Seminar Love and Respect

Active listening (ting) dalam hal ini mencakup: ear (to hear), eyes (to see), Mind (to think), Heart (to feel) dan Undivided attention (to focus).

Kata tersebut juga bisa diartikan menjadi “telinga” dan “raja” yang secara filosofi bermakna, saat mendengarkan seesorang, lakukan hal tersebut seperti sedang mendengarkan seorang raja dengan penuh perhatian.

Sumber: Materi Seminar Love and Respect

Bagaimana sikap kita saat berbicara dengan pasangan? Sudahkah kita memberikan perhatian penuh atau sambil ngobrol sambil sibuk main hape? Apakah kita berusaha memahami apa yang dirasakan oleh pasangan di balik kata-kata yang tersirat?

Diperlukan latihan komunikasi untuk bisa mendengarkan dan berbicara dengan baik pada pasangan.

Terutama bagi istri yang biasanya punya intuisi yang tajam dan mungkin merasa lebih pinter. Sebaiknya menyampaikan pendapatnya kepada suami dengan tetap menunjukkan respect dan tidak mempermalukan suami di depan orang lain. Cara bicara dan nada bicara harus diperhatikan.

Melibatkan Tuhan dalam Keputusan Suami-Istri

Pernikahan adalah sebuah covenant (perjanjian) yang di dalamnya bukan hanya ada 2 pribadi melainkan ada tiga pribadi. Suami, istri dan Allah. Kita tidak bisa mengabaikan pribadi Allah untuk keputusan apapun dalam pernikahan kita.

Seringkali saat suami istri berkonflik, mereka lupa untuk melibatkan Tuhan dalam menyelesaikan konflik tersebut. Seorang istri atau suami dengan emosi jiwa bisa tiba-tiba memutuskan untuk berpisah atau membatalkan janji nikah yang telah dia ucapkan di hadapan Tuhan. Padahal seharusnya apapun keputusan yang mau diambil harus konsultasi dulu pada pribadi Allah. Tidak boleh tiba-tiba bermanuver mengambil suatu keputusan dengan pertimbangan sendiri.

Kadang kita melibatkan Tuhan juga sih, berdoa memohon kepada Tuhan. Hanya doanya keliru. Kita mungkin berdoa, “Tuhan, tolong ubahkan suamiku/istriku”.

Namun bisa jadi kita lah yang mesti berubah terlebih dahulu. Pasangan kita adalah titipan Tuhan. Yang bisa juga dipakai Tuhan sebagai media untuk mengubah kita. Maka doa yang seharusnya diucapkan adalah, “Tuhan, tolong ubahkan aku”.

Siapa yang Seharusnya Melakukan Love & Respect Terlebih Dahulu?

Suami berkata, “Gimana aku bisa mengasihi istri model begini? Galak, cerewet! Kalau istri ku hormat, maka aku akan mulai mengasihi

Istri berkata, “Gimana menghormati suami model begini? Boro-boro mikirin uang susu anak, main games terus! Kalau suami mengasihi aku baru aku hormat

Suami dan istri saling menunggu dan saling menuntut satu sama lain.

Anak-anak menonton model pernikahan yang sedang kita peragakan dan menirunya dalam pernikahan mereka di masa depan. Atau bahkan bisa saja mereka akhirnya berpikir bahwa pernikahan itu tidak asik dan tidak perlu. Mending aja pelihara robot.

Kalau masing-masing hanya menuntut pasangan untuk berubah duluan, maka nggak akan ada kelarnya. 

Baik istri atau suami harus melakukan bagiannya nya terlebih dahulu.  Mulai belajar untuk melakukan apa yang membuat pasangannya senang.

Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat. -Roma 12:10 TB

Mengasihi dan menghormati pasangan terlebih dahulu, apalagi bila menurut kita pasangan tersebut tidak pantas dikasihi apalagi dihormati, memang membutuhkan penyangkalan diri. Kita harus mematikan ego kita sendiri untuk taat pada perintah Tuhan.

Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya. - Efesus 5:22-25 TB

Karena tugas itu diberikan oleh Tuhan, bukan oleh manusia, maka saat melakukannya kita hanya fokus melihat Yesus. Melihat salib Nya. Bukan fokus pada rasa sakit yang kita rasakan saat melakukannya.  

Getsemani mengingatkan kita akan ketaatan Yesus memikul salib demi tugas keselamatan yang diberikan Allah. Dia taat walau tak mudah karena Dia mengasihi kita. Begitu pun juga kita taat pada Tuhan karena kita mengasihi Allah. Karena dari Allah lah kita akan mendapatkan upah kita selama masa singkat penugasan kita di bumi ini.

Fokuslah Pada Tugas Masing-masing

Dalam Firman Tuhan kita masing-masing sedang berlomba untuk mencapai suatu tujuan yaitu menyelesaikan tugas kita sebagai anak Allah.

Pembicara memberikan ilustrasi:

Si A dan si B sedang mengikuti suatu ujian di sekolah. Si A sepanjang ujian sibuk aja melihat dan mengomentari jawaban si B,

“Kok kamu jawabnya gitu sih? Itu harusnya jawabnya begini”.

Tak lama kemudian, A menoleh lagi ke kertas jawaban si B dan mengkritik lagi,

“Wah, bukan gitu caranya! Salah itu!”

Akhirnya waktu ujian selesai. Si B berhasil menyelesaikan semua tugasnya karena dia fokus, sementara si A malah nggak kelar karena dia sibuk mengomentari jawaban orang lain.

Ilustrasi tersebut bisa diibaratkan bila suami atau istri sibuk mengeluh dan mengomentari kekurangan pasangannya sementara dirinya sendiri tidak melihat apa yang perlu diperbaiki di dalam dirinya sendiri.

Fokuslah pada tugas masing-masing. Sebagai peserta lomba, lihatlah goalnya di depan. Pastikan kita berhasil mencapainya.

 

No comments:

Post a Comment

Bertahan Hidup dan Tetap Waras adalah Suatu Pencapaian

No one is ahead in life, and no one is behind. Everyone is walking their own journey and will reach their destination in their own time. P...