Wedding (Sumber: Unsplash) |
Darling, don't be afraid
I have loved you for a thousand years
I'll love you for a thousand more
Alunan lagu A Thousand Years nya Cristina Perry yang menjadi soundtrack film Twilight itu mengiringi langkah pengantin pria dan wanita memasuki ruangan resepsi pernikahan.
Sang pria tampak ganteng dan gagah mengenakan setelan tuxedo bernuansa hitam dan putih, sang wanita tampak cantik dan anggun dalam balutan gaun panjang berwarna putih yang indah.
Mereka berjalan di sepanjang karpet merah menuju pelaminan sambil melempar senyum sumringah pada para tamu yang menatap mereka dengan ekspresi bahagia.
Seorang wanita single di antara tamu undangan itu, menatap kedua pengantin itu dan suasana megah seluruh ruangan resepsi itu dengan tercekat oleh suatu kerinduan besar dalam hati.
Dia menyaksikan acara pernikahan yang romantis itu dengan suatu penilaian, “Wow, so sweet banget…”
Lalu di dalam hatinya ada doa bernada menuntut, "Ya Tuhan, aku juga mau nikah dong, SEKARANG!"
Wanita itu adalah aku saat masih single setiap kali menghadiri suatu pesta pernikahan. Perasaan yang bercampur antara senang melihat teman menikah, iri karena pengen nikah juga dan merasa insecure karena belum kunjung bertemu pasangan impian.
Saat masih Single, bagiku suasana pesta pernikahan begitu indah. Bagaimana pasangan pengantin itu memandang satu sama lain dengan tatapan penuh binar cinta. Saat mereka mengucapkan janji nikah yang terdengar sangat meyakinkan dan menjanjikan. Bayangan akan suatu pernikahan indah dan bahagia terhampar di depan mata. Membuatku tak sabar ingin segera menikah juga.
Selain untuk mendapatkan kebahagiaan, pernikahan juga aku anggap sebagai suatu ukuran kesuksesan. Bahwa nilai diri dan keberhargaanku ditentukan juga oleh status udah menikah atau belum. Malu rasanya kalau belum menikah karena tak ingin dipandang gagal atau disebut "belum laku".
Bahkan aku pernah menghadiri pernikahan seorang sepupu jauh tapi tak berani maju ke pelaminan untuk menyelamati pasangan berbahagia itu. Saat melihat bagaimana mewahnya resepsi pernikahan itu, pengantin wanita yang tampak begitu cantik bersanding dengan pengantin pria yang ganteng dan mapan, membuatku minder.
Keadaanku begitu kontras dengan sang pengantin wanita. Aku yang jomblo dan datang sendiri ke kondangan, tidak cantik, tidak kaya, tidak dicintai oleh pria manapun. Aku merasa begitu gagal.
Aku pikir seharusnya tadinya aku tak usah pergi kondangan itu. Hanya membuatku down. Tapi gimana ya..sebagai anak kost, aku juga butuh perbaikan gizi. Di kondangan banyak makanan enak. Hehehe.
Lalu bagaimana reaksiku menyaksikan pesta pernikahan setelah aku menikah?
Saat ini aku masih tetap happy dan terkesan setiap melihat suasana tempat pernikahan yang didekorasi indah, pengantin dan para tamu yang hadir dengan penampilan terbaiknya dan makanan enak yang terhidang.
Akan tetapi bagaimana sepasang pengantin bersikap satu sama lain, bagaimana mereka saling menatap dengan binar penuh cinta dimata, tak lagi membuatku begitu terkesan.
Apalagi saat menyaksikan kedua pengantin mengucapkan janji nikah dengan penuh kesungguhan sambil menitikkan air mata , aku hanya bergumam dalam hati,
"Hmm..kita lihat saja nanti"
Waktu lah yang akan membuktikan apakah janji-janji itu akan diingat dan ditepati atau hanya janji tinggal janji.
Aku berharap pasangan ini tau apa yang sedang mereka lakukan. Mengetahui konsekuensi dari janji nikah tersebut di kehidupannya selanjutnya.
Setelah menikah aku akhirnya menyadari pernikahan adalah suatu kerja keras dan tanggung jawab yang besar.
Menikah bukan suatu pelarian atau jalan keluar dari berbagai masalah. Pernikahan bukan hanya untuk sebuah status atau ukuran kesuksesan di masyarakat.
Dunia pernikahan bukan suatu dunia fantasi dimana semua hal bisa berubah menjadi hanya yang manis-manis nya saja. Pernikahan adalah suatu kenyataan. Senyata kehidupanku saat masih single.
Tetap ada masalah dan perjuangan yang harus dihadapi. Bahkan masalah nya menjadi lebih kompleks karena bukan lagi hanya tentang diriku sendiri tapi juga tentang pasangan, anak, keluarga besar dan lain-lain. Cakupan masalah nya menjadi lebih besar.
Menurutku aku menikah dengan pria yang tepat, pria yang berkarakter baik, punya visi dan values yang selaras, seiman dan kami saling mencintai. Namun ternyata aku tetap merasakan yang namanya berjuang. Struggle dalam menghadapi berbagai penyesuaian dalam pernikahan.
Bagaimana ceritanya dengan wanita yang menikah dengan pria yang tidak tepat? Alangkah mahalnya harga yang harus dia bayar.
Pernikahan adalah suatu panggilan/ tugas yang mulia yang harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab bila seseorang terpanggil untuk menikah. Pernikahan memang akan membawa banyak berkat besar namun untuk itu dibutuhkan perjuangan yang besar.
No comments:
Post a Comment