Bagaimana Mengatasi Rasa Minder?


Aku habis baca buku You Are a Badass tulisan Jen Sincero. Isinya menyarankan untuk kita mencintai dan berhenti meragukan kemampuan diri sendiri. Ada banyak insight yang aku dapatkan dari buku ini, salah satunya adalah tentang bagaimana kita sering mensabotase diri dari keberhasilan yang ingin kita raih.

Salah satu ilustrasinya adalah walaupun kita punya keinginan yang kuat untuk sukses, misalnya kita membayangkan diri kita lagi ngobrol santai sama presiden di tepi kolam renang, tapi kalau keyakinan di dalam diri kita berkata bahwa kita tidak layak untuk itu, maka apapun yang kita upayakan untuk mencapainya akan gagal juga.

Keyakinan di dalam kita itu bersifat di alam bawah sadar. Narasi keliru yang mungkin pernah atau sering kita dengar diucapkan terhadap kita di masa lalu yang kita percayai sampai sekarang.

Aku sering menemui ibu-ibu yang berkeyakinan bahwa dia nggak bisa jualan. Mungkin dulu ketika masih kecil dia pernah mendengar mamaknya berkata begitu tentang dirinya. Misal anak ini pernah nyoba jualan sekali dan tidak laku karena dia belum pernah diajari caranya. Alih-alih diajarin, orangtuanya mungkin malah berkata, kamu tuh nggak pinter jualan. Keluarga kita semuanya nggak ada sejarahnya yang jadi pengusaha.

Akhirnya sampai dewasa anak itu berkeyakinan bahwa dia tak bisa jualan. Saat dia butuh tambahan penghasilan untuk keluarga dan aku tawarin untuk jadi reseller produk kosmetik seperti yang aku lakukan, mereka ada yang langsung menolak dengan berkata tidak bisa jualan. Padahal belum juga dicoba.

Atau dicoba juga, dia akhirnya ikut pelatihan cara jualan dan mulai jualan. Memang ilmu nya dia sudah punya tapi keyakinan yang salah di dalam dirinya yang berkata bahwa dia tak bisa jualan akan men sabotase langkahnya.

Aku pikir hal ini seperti ini pernah terjadi padaku ketika masih single. Tidak seperti wanita lain yang sering pacaran, aku menghabiskan banyak waktu menjomblo. Mamakku sering heran dan berkata, “Kenapa ya kamu tak kunjung punya pacar, padahal kamu nggak jelek-jelek amat. Banyak Perempuan yang lebih jelek darimu tapi punya pacar tuh”.

Saat itu aku juga sering heran. Namun sekarang aku mengerti semua itu adalah karena secara alam bawah sadarku meyakini bahwa aku tidak berharga dan tidak layak untuk dicintai. Keyakinan itu pun diikuti oleh tindakanku. Saat berkenalan dengan seorang pria, aku minder dan merasa tidak layak diperlakukan istimewa.

Urusan perjodohan sudah berhasil aku atasi. Aku akhirnya memahami bahwa aku berharga dan layak untuk dicintai. Sejak saat itu kupikir aku sudah tidak punya masalah dengan rasa berharga lagi. Tapi belakangan aku sadari, ternyata aku masih punya masalah seperti itu.

Aku masih sering merasa canggung dan nggak nyaman saat harus bertemu dengan seseorang yang aku anggap penting dan hebat. Padahal aku perlu membangun hubungan baik dengan orang sejenis itu bila ingin hidupku lebih maju.

Orang yang aku anggap hebat itu bisa jadi adalah atasan di tempat kerja, atau orang-orang yang menurutku jauh lebih kaya, lebih pintar atau lebih sukses dariku.

Contohnya saat Bos datang ke mejaku untuk urusan pekerjaan, reaksiku adalah nervous dan bingung mau ngapain. Rasanya serba salah dan jadi nggak bisa mikir. Padahal si Pak Bos ini mungkin butuh seseorang yang bisa diajak bertukar pikiran untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan lebih baik.

Aku lihat beberapa rekan kerjaku yang lain bisa tetap nyantai dan bicara ringan apa adanya saat berurusan dengan bos. Kenapa aku nggak bisa ya? Aku malah bersikap seperti kacung di depan majikan. Tunduk, hormat, fake dan tidak menjadi diri sendiri.

Pernah juga ada seorang pengusaha sukses memintaku membantunya membuat buku. Waktu dia menghubungiku, aku sangat excited tapi juga nervous. Aku takut bertemu dengannya. Saat kami bertemu, aku bersikap sangat canggung. Tentu vibes tidak nyaman itu bisa terbaca olehnya. Seharusnya aku bisa membawa diri dengan lebih percaya diri.

Masalahnya adalah, aku udah tau akan kecenderungan itu. Penyebab aku punya keyakinan yang keliru itu pun aku udah tau dan aku ingin ubah. Tapi kenapa aku belum kunjung berubah? Bagaimana caranya agar tidak lagi merasa inferior atau minder gitu?

Lalu aku tiba pada pemikiran bahwa aku perlu mengubah narasi dalam pikiranku. Banyak narasi salah yang masih sering aku kumandangkan di telingaku sendiri. 

Aku perlu lebih banyak melatih afirmasi positif tentang diriku dan potensi yang aku punya. Aku akan mulai lebih berkesadaran untuk mengubah narasi salah ke narasi benar dan diiringi dengan terus-menerus berusaha meningkatkan kemampuan dan ketrampilan diri.

Misalnya saat aku berpikir bahwa aku tidak begitu penting kontribusinya untuk suatu tugas, aku perlu mengubah narasi itu dengan berkata bahwa aku penting dan punya kapabilitas untuk memberikan kontribusi yang berharga di bidangku.

Dengan narasi yang diubah itu, tentu ada tindakan yang akan mengikutinya. Misalnya dengan yakin bahwa aku penting, aku akan berlaku seperti orang penting. Aku akan melakukan pekerjaan ku dengan sebaiknya karena itu penting.

Yah...mungkin tidak se mudah dan se instan itu untuk akhirnya berubah 100%. Namun, kesadaran bahwa kita punya suatu masalah dan apa penyebab saja katanya sudah 50% dari solusi. Ibarat diagnosa yang benar oleh dokter adalah langkah pertama yang paling penting untuk proses pengobatan selanjutnya.

Walau tidak langsung benar dalam sehari tapi dengan arah yang benar tentu lama kelamaan akan bisa juga. Ini seperti membentuk suatu habit. Tidak instan tapi begitu terbentuk itu akan menjadi bagian dari diri kita. Menyatu dan tak mudah dilepaskan. Sama seperti bagaimana tadinya keyakinan yang salah itu terbentuk.

Popular posts from this blog

Istri yang Suka Mengeluh dan Menjelek-jelekkan Suaminya

Bertahan Hidup dan Tetap Waras adalah Suatu Pencapaian

Pelajaran untuk Tidak Mudah Menghakimi Orang Lain