Bagaimana Khotbah Hamba Tuhan Itu Menarikku dari Jurang

“Kamu tidak peduli, kan, kalau aku binasa?!” Seruan itu menggema dalam hatiku, saat mataku bersitatap dengan pendeta yang tadi menyampaikan khotbahnya di ibadah Minggu. Saat itu kami berpapasan di depan lift sepulang ibadah. Jemaat lain tersenyum hangat, menjabat tangannya dengan penuh hormat. Tapi aku hanya berdiri diam, menatap kecewa dan marah. Marah pada isi kotbahnya yang terasa kosong. Tak ada api. Tak ada kuasa. Seperti tanpa persiapan. Seperti hanya sekadar menyelesaikan tugas mingguan tanpa kesungguhan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa yang mungkin datang dengan beban. Contohnya aku. Waktu itu, antara tahun 2011–2015, aku sedang berada dalam masa tergelap hidupku. Aku terikat dalam dosa yang sangat ingin kutinggalkan, tapi rasanya aku tak sanggup melepaskan diri dari cengkeramannya. Secara lahiriah, aku tampak seperti orang baik-baik bahkan mungkin dianggap lumayan alim. Tidak melakukan perbuatan yang secara moral umum dianggap tercela, tidak membunuh, tidak mencuri, tidak b...