Menjadi Sahabat bagi Diri Sendiri dengan Perkataan Baik
"Maaf ini hanya sebuah pertanyaan bodoh, saya mau nanya tentang..."
Ucapan dari salah satu peserta kelas zoom itu membuatku agak terganggu. Pertanyaan bodoh? Mengapa dia berkata demikian? Emang tujuan kita ikut kelas ini karena belum mengerti dan berusaha biar ngerti kan? Bukan sesuatu yang bodoh dan perlu minta maaf kan?
Aku mendapati banyak hal buruk yang dulu sering aku katakan tentang diriku sendiri berangsur menjadi lebih baik. Tadinya aku sering bersikap seolah apa yang kuucapkan hanya hal bodoh. Menolak keras saat seseorang memujiku karena aku berpikir apa yang aku lakukan sama sekali tak ada apa-apanya dibandingkan orang lain.
Saat aku gagal melakukan sesuatu seperti yang aku anggap ideal, aku tak segan-segan mengkritik, mencaci maki dan mengatai diriku bodoh dan segala jenis ucapan merendahkan lainnya.
Bayangkan bila kamu punya teman yang mulutnya selalu kasar dan penuh kritik terhadap apapun yang kamu lakukan, tentu kamu tak betah berlama-lama dengan dia. Bagaimana kalau orang itu ternyata adalah dirimu sendiri? Bagaimana kamu bisa bahagia hidup dengan manusia begitu seumur hidupmu?
Itulah juga yang mungkin membuat aku dulu sering melarikan diri ke dunia fantasi. Saat aku gagal dan kenyataan terasa begitu berat, suara-suara dalam pikiranku mencercaku habis, membuat beban makin terlalu berat. Tak kuat berada dalam situasi itu lalu aku berlari ke dunia fantasi. Mengabaikan diri. Memutuskan hubungan dengan kehidupan nyataku.
Saat aku mulai belajar mencintai diriku sendiri, berkata baik pada diriku adalah suatu hal yang juga mulai kulakukan secara berkesadaran.
Setiap kali melakukan kesalahan, aku tak lagi melontarkan kritik dan makian. Aku mulai dengan murah hati memaafkan dan memberikan dorongan semangat untuk diriku.
Yang tadinya berkata, "Dasar goblok! Masa gitu aja gak bisa?"
Berubah menjadi berkata, "It's Ok. Aku tau kamu udah berusaha yang terbaik. Jangan menyerah. Mari kita perbaiki lagi. Kamu pasti bisa!".
Hal itu ternyata sangat membantu. Efek yang diberikan kedua tanggapan itu sangat berbeda bagi kesehatanku secara fisik dan mental. Bila aku menghina diriku, aku cenderung jadi makin down dan makin sulit untuk bangkit dari kegagalan. Namun saat aku menyemangati diriku, aku mendapat kekuatan baru dan menjadi lebih cepat bangkit untuk mencoba lagi dengan lebih baik.
Aku menjadi sahabat bagi diriku sendiri yang paling paham apa yang aku rasakan. Aku jadi supporter utama untuk mendorongku tetap melangkah maju.
Kadang-kadang suara kritik pedas masih datang dan bisa membuatku down. Namun berkat kesadaran yang semakin tinggi, aku bisa lebih cepat mendeteksinya dan melakukan tindakan perbaikan.
Aku bisa mendengar ada suara baru yang menghentikan kritik itu, menyangkalnya dan menggantikannya dengan kata-kata yang membelaku.
Saat suara kritik pedas jahat berkata, "Kamu dari dulu begini-begini aja deh. Nggak ada perbaikan! Emang payah sih!"
Sebelum suara itu sempat berkata negatif lebih banyak dan membuatku down, segera suara baru yang positif itu menyela, dengan marah berkata, "Jangan menyangkali progress yang kau telah lakukan. Kau sudah meningkat jauh dari dirimu yang dulu. Jangan anggap sia-sia semua perjuanganmu!"
Lalu dia melanjutkan dengan membeberkan apa saja kemajuan yang telah berhasil aku capai dan meyakinkanku bahwa itu semua tidak sia-sia. Sehingga aku merasa dikuatkan dan kembali semangat untuk berjuang lagi.
Bukan berarti suara itu mengabaikan kesalahan yang telah aku buat. Tetap diakui itu salah dan perlu diperbaiki tapi tanpa harus menghukum diri dengan kejam karena hal itu ternyata tidak membantu. Lagian, melakukan kesalahan adalah bagian dari menjadi manusia normal. Itu bukan akhir dari segalanya, pasti kita bisa belajar dari kesalahan itu.
Suara baru yang positif itu ada di pihakku dan dia selalu berkata pada diriku dengan respect dan compassion. Dia selalu mengatakan hal yang benar yang enak didengar. Sehingga setiap kali aku dengar seseorang menghina dirinya, misalnya dengan berkata bahwa pertanyaannya bodoh, aku merasa terganggu.
Mungkin hal itu terdengar sederhana, namun aku percaya perkataan yang kita ucapkan punya kuasa. Bisa menjatuhkan dan bisa juga membangkitkan semangat kita sendiri. So, menurutku adalah sangat bermanfaat bila kita mulai lebih berhati-hati dalam memilih diksi.
“You can’t hate yourself into change. Love yourself into greatness.” - Emma Lovewell