4 Cara Mengatasi Baper Agar Hidup Lebih Ringan dan Bahagia

 


 “Udahlah, jangan terlalu diambil hati…”

Sering nggak sih kamu dapat nasehat begitu saat lagi curhat? Mungkin terdengar ngeselin dan tidak memvalidasi perasaan ya. Namun ada benarnya juga sih. Tak semua hal perlu kita proses secara baper.

Baper alias bawa perasaan adalah istilah untuk seseorang yang terlalu sensitif dalam menanggapi sesuatu, baik perkataan maupun tindakan orang lain. Apa-apa dimasukin ke hati. Mudah tersinggung, overthinking, cemas, sedih, marah bahkan sampai menyimpan sakit hati.

Sebagai orang dengan kadar baper yang lumayan tinggi, aku menyadari hal ini bikin hidup yang udah berat jadi makin berat. Selain menguras emosi, buang waktu percuma, fokus pun jadi tak karuan. Gimana ya cara mengatasinya?

Dari berbagai kejadian, akhirnya aku mendapat pengertian yang bagiku cukup ampuh untuk meringankan kadar baper. Buat kamu juga sering merasa terganggu oleh rasa baper juga, yuk kita simak!

1.Jangan ke Pede an

Tidak semua hal yang dilakukan orang lain pasti ada hubungannya denganmu.

Misalnya saat aku melempar senyum kepada seorang rekan kerja yang berpapasan di jalan dan dia tidak balas, dalam versi baper aku akan langsung overthinking,

“Kenapa ya dia begitu? Aku salah apa ya?”

Lalu mereka-reka dalam pikiran kira-kira apa penyebabnya dan dengan cepat menyimpulkan,

“Apa dia kesal padaku? Atau…Jangan-jangan dia iri padaku?”

Kemudian berperang dalam batin mencoba membela diri dan tidak terima diperlakukan kurang respect, lalu memutuskan untuk balas mendiamkannya.

Padahal belum tentu orang itu lagi kesal padaku. Bisa saja dia lagi habis diomelin sama bosnya lalu pikirannya kalut. Sehingga saat berpapasan denganku dia tidak aware bahwa aku tersenyum padanya dan bahwa senyum itu meminta balasan.

Semua orang punya beban hidup yang kita tidak tau apa. Menyikapi dengan mindset ini bisa meringankan tuntutan kita kepada orang lain dan diri sendiri untuk bersikap tertentu.

2.Menjaga Tubuh dan Jiwa yang Sehat

Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Orang yang jiwanya sehat juga pasti menjaga kesehatan tubuhnya.

Ada kalanya kita bisa begitu rentan merasa dikritik, direndahkan atau secara emosional terluka padahal pada kesempatan lain kita bisa tidak terganggu atau bersikap bodoamat. Menurut pengalamanku hal itu biasanya berhubungan dengan kondisi dalam diri sendiri.

Bila aku dalam keadaan nyaman dengan diri sendiri, cukup istirahat, perut kenyang dan badan sehat, biasanya akan lebih kuat imunnya untuk menerima perkataan dan perbuatan orang lain walau kurang menyenangkan.

Tapi kalau lagi kelelahan dan kelaparan, biasanya jadi lebih mudah berpikir negative. Seringkali apa yang kita kira orang lain pikirkan tentang kita adalah refleksi dari apa yang kita pikirkan tentang diri sendiri.

Jadi sebelum menuding bahwa orang lain membuatmu sakit hati, periksa dulu apa yang kamu katakan pada dirimu. Bisa jadi itu hanyalah suara kritik dari dalam diri sendiri.

3.Melihat dari Perspektif yang Lebih Besar

Pernah nggak kamu baper saat kamu melakukan suatu kebaikan pada orang lain tapi orang itu tidak mengucapkan terima kasih? Atau baper karena orang bicara basa basi yang udah beneran basi misalnya nanya udah punya anak berapa sementara kamu masih single?

Hal-hal seperti ini pernah terjadi padaku dan tadinya aku sempat baper, hingga aku sadari, orang tersebut sebenarnya nggak ada niat untuk menyinggung perasaanku. Sepertinya mereka hanya tak mengerti aja etika yang berlaku pada umumnya.

Misalnya, saat mau masuk ke ruangan, kita menahan pintu terbuka untuk seseorang dan dia lewat aja tanpa bilang makasih, belum tentu itu karena dia kasar atau songong. Bisa jadi dia memang tak mengerti bahwa normalnya dia perlu mengucapkan terima kasih.

Tak semua orang punya akses untuk mendapatkan pelajaran budi pekerti seperti yang kita terima. Bisa jadi dia dari kampung yang di daerahnya tidak pernah diajarin atau melihat orang memberi contoh tentang hal itu.

Beberapa waktu lalu aku dan keluarga mudik dan makan bersama dengan kerabat di sana. Namanya jarang ketemu, aku pikir seharusnya kami ngobrol tentang kabar masing-masing ya kan. Tapi kok mereka malah pada asik main hape?

Aku mulai baper dan overthinking, pasti orang ini nggak respect padaku. Mungkin karena aku kurang ini itu. Coba kalau aku begini, pasti orang-orang ini akan respect. Aku jadi makin kesal dengan kesimpulan sepihak itu.

Tapi lalu aku mikir lagi, kenapa aku harus menyalahkan diri ya? Bisa jadi itu bukan karena faktor aku. Bisa jadi orang-orang ini emang nggak ada akhlak. Pemikiran itu seketika meringankan bebanku dan aku jadi tak kesal lagi. Hehe.

4.Membuat Batasan yang Sehat

Ada hal yang berada dalam kendali kita, ada hal yang di luar kendali kita. Apa yang dipikirkan orang lain, opini, pilihan dan tindakan orang lain ada di luar kendali kita. Tapi sikap dan reaksi kita atas tindakan orang lain ada dalam kendali kita.

Tak bisa dipungkiri pasti ada aja orang yang memang toxic. Bila ada orang yang setiap ngobrol dengannya membuat kita kekeringan energy, kata-katanya pedas dan menusuk, mungkin kita tak bisa mengubah tabiat orang itu. Tapi kita bisa memilih untuk membatasi atau berhenti berinteraksi dengan orang tersebut.

 

So, say goodbye to baper dan say hello to hidup yang lebih ringan dan bahagia.

 “Don’t take anything personally. Nothing others do is because of you. What others say and do is a projection of their own reality, their own dream. When you are immune to the opinions and actions of others, you won’t be the victim of needless suffering.” - Don Miguel Ruiz

Popular posts from this blog

Istri yang Suka Mengeluh dan Menjelek-jelekkan Suaminya

Bertahan Hidup dan Tetap Waras adalah Suatu Pencapaian

Pelajaran untuk Tidak Mudah Menghakimi Orang Lain