Bagaimana Membangun Kehidupan yang Membuatmu Tidak Merasa Perlu Untuk Kabur
Pada umumnya orang tidak betah tinggal di rumah yang berantakan. Karenanya orang bebenah biar rumah menjadi rapi dan nyaman untuk dihuni. Namun bagaimana bila alih-alih bebenah kita malah kabur dari rumah untuk mencari kenyamanan?
Untuk sementara mungkin kita merasa bebas dari keruwetan. Tapi setelah itu pasti kita akan kembali ke rumah kan? Saat kembali, rumah yang ditelantarkan itu akan semakin nggak karuan dan kita tetap frustasi setiap kali berada di rumah.
Berlari ke dunia fantasi seperti yang dulu sering aku lakukan adalah salah satu bentuk upayaku kabur dari kehidupan yang nggak nyaman. Meninggalkan hidupku yang sedang berantakan.
Aku mengalami perjuangan panjang untuk meninggalkan kebiasaan melarikan diri ke dunia fantasi. Ini fantasi bukan sembarang fantasi. Dalam fantasi ini, isinya seringkali gelap dan aku akan sangat malu bila ada orang yang melihat isi fantasiku. Aku seringkali merasa berdosa dengan semua pikiran-pikiran itu.
Namun mengapa berat untuk meninggalkannya? Karena aku membenci diriku sendiri. Aku merasa tidak berharga dan harus mencapai syarat tertentu agar merasa diri berharga.
Rasa benci terhadap diriku sendiri membuatku menuntut diriku untuk selalu perfect. Karena aku adalah manusia biasa dengan segala keterbatasannya, aku tak selalu bisa perfect.
Lalu suara-suara di dalam diriku mulai melancarkan kritik pedas setiap kali aku merasa tidak se perfect harapanku. Tak tahan menghadapi hukuman itu, aku lari ke dunia fantasi.
Di tengah berfantasi ria, suara-suara itu mengingatkanku lagi, tuh kan malah mengimajinasikan yang nggak-nggak. Kamu tuh emang payah ya! Ada nggak sih hal berguna yang bisa kamu lakukan di kenyataan? Hmm..kayaknya nggak deh!
Lalu berusaha keras menghempaskan lamunanku, aku kembali ke dunia nyata dan melihat kehidupanku yang berantakan. Mulai melakukan satu dua hal mencoba membenahi diri.
Namun karena hasilnya tak langsung sempurna, kesalahan masih terjadi, Kembali suara-suara kritik itu menghakimiku. Tanpa kusadari aku udah di dunia fantasi lagi. Siklus itu terus berputar dan hidupku terus terbengkalai.
Bayangkan kamu punya dua sahabat. Sahabat A ngakunya peduli padamu. Dengan dalih untuk kebaikanmu, dia selalu menuntut mu untuk sempurna. Tak ada ruang untuk berbuat salah. Kalau sampai kamu tidak bertindak perfect, dia akan menghukum dengan kritik pedas, caci maki bahkan tak segan-segan mengutuk mu.
Saat kau berbuat baik dalam satu hal, dia tidak akan merasa perlu untuk memuji atau memberimu reward, sekedar membelikan hal yang membuatmu senang. Dia malah akan memberikan daftar panjang hal lain yang masih perlu kau lakukan dengan lebih perfect. Di bidang yang baik tadi dia akan buat target yang lebih tinggi untuk dicapai.
Satu sisi dia menuntut mu untuk menjadi lebih baik, tapi di sisi lain dia juga meremehkan kemampuanku untuk itu. Dia berusaha meyakinkanmu bahwa kamu nggak layak. Namun karena kamu menjadi tawar hati dan merasa tak layak, dia juga mencacimakimu karena merasa dan bertindak demikian. Aslinya dia benci sih sama kamu.
Sementara itu, sahabat B adalah teman yang mencintaimu dengan tulus. Dia menerima dirimu apa adanya dan percaya pada potensi baik yang ada padamu.
Saat kamu melakukan suatu kesalahan, dia menepuk bahumu dan menyemangati untuk bangkit lagi. Tidak apa untuk salah. Tak perlu menghukum diri untuk itu. Kita hanya perlu mengambil Pelajaran darinya dan move on. Dia menguatkan mu dan berkata kamu pasti bisa.
Saat kamu melakukan sesuatu dengan baik, dia memujimu dan turut bahagia dengan pencapaianmu. Dia memberimu hadiah yang menyukakan hati dan dia selalu ada di sisimu untuk mendukungmu terus bertumbuh.
Dari dua jenis sahabat ini, kira-kira yang mana yang akan membuatmu lebih cepat bertumbuh maju? Kira-kira yang mana yang akan membuatmu lebih nyaman untuk membersamainya? Tentu sahabat B bukan?
Aku dulu memilih tetap tinggal bersama A dan mempercayai komentar-komentar negatifnya. Namun toh nggak membuat hidupku jadi lebih maju juga. Aku hanya seperti jalan di tempat. Akhirnya aku memilih untuk meninggalkannya dan memilih bersahabat dengan B saja. Dengan B aku merasa hidupku lebih bahagia, lebih sehat dan bertumbuh ke arah yang lebih bermakna.
Hal yang bagiku akhirnya sangat membantu adalah saat aku mendengar kotbah dari seorang pendeta yang secara bertahap mengubah pola pikirku tentang siapa diriku.
Ajaran ini membuatku belajar untuk mempercayai pendapat Tuhan tentang hidupku. Bahwa aku adalah ciptaan yang mulia dan berharga di mata Tuhan. Bahwa aku diciptakan serupa dan segambar dengan rupa Allah.
Aku sudah berharga dari Sono nya. Aku tak harus melakukan ini itu untuk mendapatkan rasa berharga. Dan karena aku berharga, aku perlu melakukan apa yang sepantasnya dilakukan oleh orang-orang yang menghargai dirinya.
Salah satunya adalah berhenti lari ke dunia fantasi apalagi fantasi yang nggak kudus. Memanfaatkan waktuku yang berharga untuk mulai membenahi dan merapikan hidupku yang berantakan.
Kalau biasanya aku dengar kotbah tentang kasih Tuhan yang membawa pemulihan total yang mengesankan bahwa manusia tidak berdaya untuk hidup kudus, bahwa kesempurnaan hanya milik Tuhan, dst, kali ini kotbahnya agak berbeda tapi cukup masuk akal.
Kotbah ini bicara tentang perintah untuk kita harus hidup kudus sebab Allah kudus. Berusaha menjadi sempurna seperti Allah Bapa juga sempurna. Pendeta itu menjelaskan, nggak mungkin Tuhan ngasih kita perintah begitu kalau Tuhan tau kita nggak punya potensi untuk mencapainya.
Tuhan yang menciptakan manusia serupa dan segambar dengan diriNya itu, tau persis apa yang Dia katakan. Tau betul potensi apa yang ada di dalam diri manusia yang Dia ciptakan itu.
Kotbah itu membuat daya juangku dibangkitkan bahwa aku mampu bangkit dari kepasrahan dan ketidakberdayaan ku terikat dalam kebiasaan yang nggak benar.
Aku mulai mempercayai persepsi Tuhan atas hidupku dan mulai memperlakukan diriku dengan lebih baik hati. Dengan rasa belas kasihan, aku mulai menerima diriku apa adanya. Memaklumi kekurangan dan kelemahanku. Memaafkan kebodohan atau kesalahan tertentu yang biasanya tak bisa kutolerir.
Dengan lebih berkesadaran, aku mulai menyaring suara-suara negative dari rasa benci diri itu. Menyangkalnya dengan memperkatakan siapa aku di dalam Tuhan. Seorang ciptaan yang berharga dan mulia.
Secara perlahan, aku mulai bisa lebih mencintai diriku dan lebih nyaman dengan segala kelebihan dan kekuranganku. Melepaskan diri dari keharusan untuk berbuat ini itu yang aku anggap sebagai syarat untuk layak.
Masih terus belajar dan terus membenahi diri. Namun kini aku menjadi sahabat yang lebih baik bagi diriku. Saat aku lagi sukses maupun saat aku terpuruk, diriku adalah rumah yang nyaman untuk kembali dan aku tak harus melarikan diri ke dunia lain.
Oleh karena engkau berharga di mataKu dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau..(Yesaya 43:4)
tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus. (Petrus 1:15-16)
Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna. (Matius 5:48)
Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi. (Yakobus 3:9-10)