Menghentikan Kebiasaan Berlari ke Dunia Fantasi dan Mulai Menata Hidup dalam Kenyataan
"Hal apa yang kamu butuhkan yang tidak kamu dapatkan?"
"Siapa yang ingin kamu kesankan dan mengapa?"
Dua pertanyaan ini bagiku cukup ampuh untuk mengatasi kebiasaanku berlari ke dunia fantasi dan berusaha tetap hidup di dunia nyata.
Seperti yang pernah aku ceritakan dalam Maladaptive Daydreaming, melarikan diri ke dunia fantasy awalnya adalah suatu cara bertahan hidup untuk mengatasi semua hal traumatis yang aku alami ketika masih kecil.
Dengan segala keterbatasan fisik dan pengertianku, mungkin aku belum cukup kuat untuk memproses semua stress dan ketakutan akibat segala bentuk abusive yang aku alami saat itu. Jadi melarikan diri ke dunia fantasi aku anggap adalah jalan keluar yang tepat, UNTUK SAAT ITU.
Namun apa yang dulu seperti alat yang berguna, kini berubah menjadi boomerang karena ternyata kebiasaan itu terus ada bahkan seperti mandarah daging hingga aku dewasa. Di usia dimana aku seharusnya sudah cukup matang dan punya kapasitas untuk berpikir dan bertindak menghadapi kenyataan hidup. Tidak lagi harus bersembunyi dibalik lamunan sia-sia yang tak ada habisnya itu.
Aku pernah jalan-jalan ke suatu panti rehabilitasi mental di Bekasi yang menangani orang dengan gangguan jiwa. Di panti itu orang dengan gangguan jiwa yang parah biasanya ditempatkan di ruangan khusus, tapi orang dengan gangguan jiwa ringan atau yang dianggap sudah agak pulih dibebasin keluar ruangan dan bisa melakukan kegiatan sehari-hari di luar panti.
Aku duduk dekat pos jaga yang menghadap ke lapangan luas dimana banyak orang sedang beraktifitas. Orang-orang yang ada di lapangan itu bisa jadi adalah pasien, keluarga yang lagi jenguk atau para pekerja di panti itu. Dari tingkah lakunya aku bisa menilai yang mana orang yang dengan gangguan jiwa, yang mana yang waras.
Kebanyakan orang di lapangan itu kelihatannya adalah orang dengan gangguan jiwa dilihat dari tingkah lakunya, yang ketawa sendiri, bengong dengan tatapan kosong, ngomong sendiri dan pakaian yang asal-asalan.
Agak kontras di antara orang berlaku aneh itu ada satu pria berpakaian rapi memakai kemeja biru yang bersih. Dia berdiri di lapangan sambil memperhatikan sekelilingnya. Aku pikir, pria itu mungkin adalah seorang terapis atau petugas panti yang jagain pasien.
Aku membatin, mulia sekali pekerjaan pria ini. Dia membantu orang-orang yang tidak bisa membantu dirinya sendiri. Orang-orang yang bahkan tidak tau apa yang sedang terjadi dengan dirinya.
Aku perhatikan lagi para pasien itu dan merenungkan kira-kira kenapa ya mereka bisa jadi orang gila?
Tak lama kemudian aku menoleh lagi ke arah pria berbaju biru rapi tadi. Namun kali ini aku dibuat heran oleh gerak-geriknya. Dia bergerak seoalah sedang memukul bola pake tongkat golf lalu berdiri berkacak pinggang, memperhatikan ke depan. Tak lama kemudian dia mengangkat tangan kegirangan seperti sedang memenangkan suatu turnamen. Aku kaget, loh? Dia juga ternyata seorang pasien? Kelihatannya dia normal tadi.
Kejadian itu cukup menyadarkanku bahwa kebiasaanku lari ke dunia fantasi ini juga jangan-jangan bisa bikin aku jadi orang gila nanti. Dikira orang normal ternyata jiwanya terganggu. Mungkin sekarang masih bisa bedain mana yang dunia fantasi mana yang hidup nyata. Gimana kalau nanti jadi kebablasan? Aku tak ingin hidupku berakhir di tempat seperti itu.
Aku juga sadari kebiasaanku mengisolasi diri dengan hidup di dunia fantasi tidaklah baik untuk pertumbuhan dan kemajuanku. Tapi aku bingung bagaimana cara meninggalkan kebiasaan buruk itu. Rasanya seperti bagian yang menyatu dengan diriku dan sangat sulit untuk dilepaskan.
Pada awalnya sering tanpa aku sadari ternyata aku sudah berada di dunia fantasi lagi dengan segala kisah nya yang memang jauh lebih seru dari kehidupan nyataku. Saat sadar aku berusaha menghentikan imajinasi-imanjinasi itu. Lalu sejenak berhenti dan aku hidup di dunia nyata. Tak lama kemudian ternyata aku dapati diriku udah ada di sana lagi. Asik menjalankan peran baruku dengan skenarionya. Dengan mudahnya aku tersesat kembali ke dunia fantasi itu.
Aku lalu berusaha menghentikannya lagi. Begitu terus...untuk waktu yang lumayan lama. Kadang aku merasa down dan pesimis. Apakah aku benar-benar bisa melepaskan diri dari hal ini?
Memang tidak mudah keluar dari kebiasaan ini, tapi tidak mudah bukan berarti mustahil. Melalui perjalanan yang panjang, terus-menerus berusaha membangun kesadaran, journaling, berdoa dan mendengar kebenaran di gereja, akhirnya kebiasaan itu mulai berkurang dan menjadi lebih bisa dikendalikan.
Aku mengubah kebiasaan lari ke dunia fantasi dengan mulai belajar lebih berkesadaran. Bahwa aku adalah ciptaan Tuhan yang berharga dan aku diciptakan ke dunia untuk suatu tujuan yang mulia. Aku tak boleh membuang umur hidupku dengan hidup di dunia khayal. Aku perlu mengurusi hidup nyataku dan mencapai tujuanku.
Aku mulai memahami pola yang sering terjadi saat aku lari ke dunia fantasi. Biasanya ada pemicunya. Seperti saat aku merasa insecure, merasa tidak dianggap penting, merasa tidak cukup baik dan perasaan berfrekuensi rendah lainnya.
Kenapa aku harus lari ke dunia fantasi? Karena di sana aku bisa jadi apapun. Jadi manusia paling hebat yang bisa aku bayangkan. Kenapa aku harus repot-repot mengurusi hidupku yang real? Ini aja udah terasa menyenangkan kok. Namun aku tau hidup yang di dalam dunia fantasi adalah hidup yang sia-sia. Itu bukan peran ku yang sesungguhnya.
Salah satu tips yang sering aku lakukan saat menyadari diriku sudah beredar di dunia fantasi lagi adalah dengan berbelas kasihan bertanya pada diriku sendiri?
"Hal apa yang kamu butuhkan yang tidak kamu dapatkan?"
Lalu aku mulai merenungkan berbagai hal yang membuatku down. Seperti saat seseorang tidak mengapresiasi tindakanku, saat setiap orang disapa tapi aku nggak, saat aku merasa seperti direndahkan dan hal lain sejenis itu.
Lalu memahami hal itu aku sering memberikan diriku perkataan yang menguatkan bahwa aku adalah ciptaan Tuhan yang berharga dan mulia. Keberhargaanku tidak ditentukan oleh apa kata orang lain.
Aku juga melihat pola bahwa ada orang tertentu yang terlibat dalam skenario dalam dunia fantasi itu yang perlu menyaksikan dan mengagumi kehebatan ku di berbagai bidang. Satu pertanyaan lain yang sering aku ajukan pada diriku sendiri untuk memahaminya adalah,
"Siapa yang ingin kamu kesankan dan mengapa?"
Hal ini juga membantuku merefleksi kenapa aku ingin dinilai hebat oleh orang tertentu dan apakah pendapat dia tentangku memang sepenting itu?
Aku belum sempurna tapi aku merasakan peningkatan yang besar dalam 5 tahun terakhir ini. Frekuensi lari ke dunia fantasiku makin menurun dan aku lebih banyak hidup dalam kesadaran di dunia nyata. Mulai fokus mengejar ketertinggalanku untuk mencapai apa yang menjadi tujuanku.
Memang bukan hal yang instan untuk bisa pulih dan berubah. Perlu belajar bersabar pada diri sendiri dan tetap mengasihi diri sendiri. Melakukan upaya secara berkesadaran dan berkeyakinan untuk mencapainya, pada akhirnya kita pasti bisa mencapainya.